HARI Asma Sedunia diperingati setiap 1 Mei. Meski tidak menular, asma diturunkan dalam garis keluarga. Kenali berbagai gejala yang mungkin muncul dan cara menolong diri sendiri saat terjadi serangan.
Penyakit gangguan pada saluran pernapasan itu, menurut dr Bambang Susilo Simon SpP, tidak bisa seratus persen sembuh dan disingkirkan dari tubuh. Tapi, tidak berarti pemilik asma tidak bisa beraktivitas layaknya orang sehat. ’’Sangat bisa dan sudah banyak contohnya. Itulah yang dinamakan asma terkontrol,’’ katanya.
Ada beberapa kriteria asma terkontrol. Yakni, pengidap asma tidak mengalami serangan lebih dari sebulan, tidak butuh inhaleratau obat sejenisnya, serta aktivitasnya sama sekali tidak terganggu.
’’Seluruh terapi asma berusaha menghindari serangan dan mencapai target asma terkontrol. Pertama yang harus diketahui, alergi terhadap apa saja yang bisa memicu asma,’’ ungkap spesialis paru yang berpraktik di Siloam Hospitals Surabaya tersebut.
Secara umum, alergen (pemicu alergi) yang dapat menimbulkan asma adalah debu, tungau, makanan tertentu, dan bulu-bulu hewan. Juga, lembap, dingin, serbuk sari bunga, cuaca, bau-bauan menyengat seperti parfum, segala macam asap, dan bahkan olahraga. Kondisi psikologis pun kadang menjadi faktor pemicu.
’’Tapi ingat, masing-masing orang punya trigger asma. Ada yang kena debu nggakreaktif, tapi kena asap langsung kambuh. Bahkan, ada yang olahraga dikit aja bisa kambuh, tapi kena yang lain nggak masalah,’’ tuturnya.
Dengan mengetahui jenis-jenis pencetus serangan, pengidap asma bisa mengubah gaya hidup untuk menghindarinya. Sebab, memang selalu ada hal-hal yang harus dipantang pengidap asma.
Kondisi saluran napas bagian atas juga perlu dijaga. Bambang menyarankan untuk menjauhi minuman dingin demi mencegah pilek maupun batuk. ’’Sebab, ini (flu dan asma) saling terkait. Bisa terjadi rhinitis alergi. Pileknya masuk menjadi post nasal drop, mengalir ke tenggorok, kena reseptor batuk, asma pun bisa kumat,’’ jelasnya.
Untuk sehari-hari, pengidap asma mesti siap secara mandiri. ’’Tentu obat-obatan. Ada controller yang bisa dipakai setiap hari tanpa merasa ada serangan, sedangkanreleaver digunakan saat sesak mendadak. Bawa ke mana pun,’’ sarannya. Jika hanya menderita asma, tidak ada penyakit paru obstruktif kronis, tidak perlu menyediakan oksigen di rumah.
Bagaimana jika penderita adalah anak-anak? Prof dr Adji Widjaja SpP FCCP menyatakan, bayi pun memang sudah bisa menderita asma. Ciri paling gampang mengenalinya adalah terdengar wheezing atau bunyi ngik-ngik saat anak bernapas.
’’Memastikannya memang harus ke dokter karena harus ada pemeriksaan fisik,’’ imbuhnya. Orang tua yang memiliki anak asma harus punya diary agar lebih mudah menelusuri trigger asma.
Menurut Adji, beberapa bayi alergi terhadap susu sapi maupun susu formula. Namun, sejauh ini tidak ada kasus yang terkait dengan ASI. Asma pada anak sering kambuh karena faktor kebersihan. Karena itu, orang tua dan pengasuh harus memastikan lingkungan anak steril, jauh dari debu dan hewan.
Mengawal pertumbuhan anak pengidap asma juga dibutuhkan ketelatenan. Hal itu termasuk mengajarkan anak berpantang terhadap trigger asma. ’’Kalau anak yang pintar, dia tahu sendiri. Tapi, kadang mereka bisa pengin-penginan. Sejak kecil harus diajari apa yang harus dihindari dan apa yang harus dilakukan ketika asma menyerang,’’ ungkap alumnus FK Universitas Airlangga Surabaya tersebut.
Anak dikenalkan pada obat asma berbentuk spray dan penggunaannya, diajari posisi duduk yang rileks saat asma, dan yang penting diajak berlatih. ’’Jangan karena asma langsung tidak boleh olahraga. Dilihat dulu seberapa kemampuannya. Sebab, exerciseyang cukup akan mengembangkan otot-otot saluran pernapasan,’’ tegasnya.(puz/c5/nda)