Oleh: Agustam Rachman SH, MAPS *) Jum’at 4 April 2014 berlokasi di Masjid At-Taqwa Anggut Kota Bengkulu, ratusan eksemplar booklet dibagikan kepada jama’ah salat. Selebaran yang hampir menyerupai buku itu cukup tebal sebanyak 10 halaman. Pada lembaran selebaran dipilih judul yang sangat provokatif bahkan mengarah pada judul yang terkesan tidak senonoh bahkan cabul. Selebaran itu berjudul ‘ Bermesum-mesum diatas ranjang religius’, belum dapat dipastikan pihak mana yang bertanggung-jawab atas selebaran booklet itu namun tercantum nama HM. Syakirin Endar Ali sebagai penulisnya. Inti selebaran itu adalah mengkritik kebijakan Walikota Bengkulu yang juga ketua DPW PAN Propinsi Bengkulu H. Helmi Hasan terkait dengan program ‘rajin beribadah’ dalam bentuk salat Zuhur berjama’ah. Booklet yang disebarkan itu pasti tidak akan berpengaruh besar bagi jama’ah salat khususnya ataupun masyarakat secara umum. Sebab tidak ada hal yang baru dalam booklet itu. Lalu sesungguhnya apa yang baru dari booklet yang disebarkan itu? Perdebatan mengenai halal-haram atau sah-tidaknya program ‘rajin beribadah’ dalam bentuk salat Zuhur Berjama’ah sudah selesai ketika program itu dikatakan tidak bertentangan dengan hukum agama maupun hukum negara oleh pihak yang berwenang misalnya MUI, Kementerian Agama ataupun Kementerian Dalam Negeri. Apakah pendapat lembaga-lembaga itu masih dipandang kurang kuat bagi mereka yang ANTI program rajin beribadah di Kota Bengkulu? Politik adu domba Ada hal yang baru dan menarik untuk disikapi dari beredarnya booklet dengan judul yang terkesan tidak senonoh bahkan cabul itu. Pertama : booklet selebaran itu dibagikan menjelang hari pemilihan umum 9 April tentu saja suka atau tidak suka hal ini dapat dikaitkan dengan kepentingan banyak pihak dalam memenangkan pemilu tahun ini. Mengingat pihak yang diserang dalam booklet selebaran itu adalah H. Helmi Hasan Ketua DPW PAN yang saat ini menjabat sebagai Walikota Bengkulu. Tentu saja pembagian selebaran terindikasi dominan bermotif politis dibandingkan tujuan syi’arnya. Kedua : Sebuah ironi, manakala perasaan kebencian dan sikap permusuhan disampaikan dalam di masjid pada saat menjelang salat Jum’at. Ditengah menguatnya kesadaran untuk membangun kerukunan antar umat dan semangat persatuan umat Islam tapi sebaliknya masih ada pihak yang secara terbuka melakukan politik pecah-belah dalam masyarakat. Walaupun dalam Islam perbedaan itu adalah rahmat sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Hujarat Ayat 13 yang berbunyi : Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui dan maha mengenal. Tapi perbedaan seperti apa yang disebut dengan rahmat? perbedaan yang dimaksud dalam Islam tersebut adalah perbedaan dalam konteks mencari solusi yang terbaik dalam menyelesaikan permasalahan umat, bukan perbedaan yang diwujudkan dalam bentuk sikap menyebarkan sikap kebencian dan permusuhan. Tidak takutkah kita pada perpecahan umat Islam atau konflik sosial secara umum jika virus kebencian menjangkiti masyarakat kita?. Tentu menjadi tanggung-jawab kita (baca: khususnya TNI-POLRI) untuk melihat gejala menyebarkan rasa permusuhan ini sebagai potensi konflik yang harus diantisipasi sesegera mungkin. Ketiga : booklet selebaran tersebut merupakan rentetan panjang yang dimulai dari proses pemilihan Walikota Bengkulu. Tentu saja dalam sebuah proses perebutan kekuasaan langsung oleh rakyat akan memunculkan pihak yang terpilih dan pihak yang tidak terpilih (baca: menang dan kalah). Dalam sebuah negara yang kesadaran hukum masyarakatnya sudah relatif maju maka konflik yang disebabkan oleh Pemilu maka konflik itu selesai ketika Pemilu usai. Gerakan yang terus-menerus membangun kebencian dan rasa permusuhan bukanlah sebuah sikap politik yang bermartabat. Atau mungkin mereka (pimpinan partai yang calonnya belum terpilih pada pemilu Walikota yang lalu) marah karena gagal merebut hati rakyat karena mereka tidak sanggup melakukan apa yang dilakukan H. Helmi Hasan yang hanya menggunakan kendaraan dinas murah Kijang Inova, yang membagikan dana 67 miliar rupiah kepada rakyat dalam program populis Samisake, yang dengan Ijtihad dan segala daya upayanya berusaha memakmurkan masjid. Apakah sekarang kita boleh menyebut ada gerakan memecah belah umat, ada gerakan anti beribadah? Semoga saja tidak...(**) *) Tim Advokasi DPW PAN Propinsi Bengkulu Pemiu Legislatif 2014
Hentikan Politik Adu Domba
Senin 07-04-2014,12:37 WIB
Editor : Rajman Azhar
Kategori :