BENGKULU, BE - Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) harus menarik atau memungut semua loyalti setiap ton batu bara yang keluar dari Provinsi Bengkulu, batu bara yang diekspor melewati daerah lain, seperti melalui Selat Tinopo Pulau Pagai Sumatera Barat oleh PT Injatama. Jika pemrov hanya memungut royalti batu bara yang dikeluarkan melewati Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu, dikhawatirkan pendapatan daerah dari sektor pertambangan akan semakin kecil. terlebih royalti batu bara ini memang terbilang sangat kecil dan tidak sebanding biaya yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan jalan yang akibat dilalui kendaraan batu bara tersebut. \"Sekarang saya belum mendapat informasi adanya perusahaan yang mengeskpor batu baranya melewati Padang, jika itu memang ada maka pemerintah daerah dalam hal ini dinas ESDM Provinsi Bengkulu harus tetap memungut royaltinya,\" kata anggota Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu, Aank Junaidi ST kepada BE, kemarin. Menurutnya, jika pemerintah daerah tidak menginginkan adanya ekspor batu bara melewati Padang, maka pemerintah harus tegas terhadap PT Pelindo III selaku pengelolaan Pelabuhan Pulau Baai. Jika pemerintah tetap membiarkan pelabuhan dangkal, maka tidak hanya PT Injatama yang mengekspor batu baranya melewati Padang, namun bakal banyak perusahaan pertambangan batu bara lainnya meniru PT Injatama tersebut. \"Sekarang kan persoalannya ada di pemerintah daerah. Jika kedalaman alur pelabuhan sudah tdiak ada masalah, maka pemerintah daerah bisa mewajibkan semua batu bara di ekspor melewati Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu. Dan bagi yang melanggar dikenakan sanksi tegas,\" ujarnya. Selain itu, ia juga menyarankan agar Pemprov menaikkan royalti untuk setiap ton batu bara yang dikeluarkan. Karena saat ini royaltinya masih dibawah Rp 5 ribu per ton, sedangkan kerusakaan jalan akibat dilalui kendaraan pengangkut batu bara tersebut cukup parah. \"Se pengetahuan saja, untuk tahun 2012 lalu pemprov hanya mendapatkan royalti sebesar Rp 16,5 miliar, dan itu hanya cukup untuk memperbaiki jalan sepanjang 4 Km. Sedangkan anggaran yang dibutuhkan untuk memperbaiki jalan rusak akibat truk batu bara mencapai Rp 160 miliar lebih. Artinya, antara pendapatan dan pengeluaran tidak seimbang, jika tetap dibiarkan maka pemerintah tidak akan sanggup melakukan pembangunaan infrastruktur lainnya,\" terang Aank. Ia juga mengaku, pada 2010 lalu, pihaknya pernah mengusulkan agar royalti batu bara dinaikkan menjadi Rp 15 ribu per ton. Tujuannya untuk meningkatkan pendapatan daerah sehingga mampu memperbaiki ketika ada jalan yang rusak akibat truk batu bara melebihi tonase. Namun hingga saat ini usulan tersebut tidak ditanggapi oleh pihak pemprov. \"Sama sekali tidak ada jawaban, sehingga tidak asing lagi jika jalan yang terdapat pertambangan batu bara seperti di kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, Kepahiang dan lainnya masih yang rusak berat. Bahkan tidak sedikit yang sudah menelan korban jiwa,\" urainya. Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, M Ali Paman saat diwawancarai usai menghadiri rapat paripurna di DPRD Provinsi Bengkulu kemarin, mengaku tidak mengerati aturan mengenai royalti terhadap ekspor yang tidak melewati pelabuhan Pulau Baai Bengkulu. \"Saya tidak hapal data-datanya, silahkan temui Kepala Bidang Pertambangan Umum saja,\" elaknya. Namun saat BE mendatangi Dinas ESDM yang terdapat di KM 7 Kota Bengkulu, kabid Pertambagan Umum yang dimaksudpun sedang tidak berada di tempat karena sakit. \"Lain kali saja datang lagi, karena kabidnya kurang sehat,\" ucap salah seorang staf kabid PU Dinas ESDM Provinsi Bengkulu.(400)
Royalti Batu Bara Wajib Dipungut
Sabtu 29-03-2014,13:30 WIB
Editor : Rajman Azhar
Kategori :