Hampir Semua Sungai Tercemar

Selasa 25-03-2014,10:30 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

BENGKULU, BE - Pencemaran air sungai di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mencatat hampir semua sungai di Indonesia saat ini dalam keadaan tercemar. Rinciannya, sekitar 70- 75 persen dalam kondisi tercemar berat, sedangkan sisanya dalam kondisi tercemar sedang dan ringan. Hal ini disampaikan Menteri Lingkungan Hidup, Prof Dr Balthasar Kambuaya MBA saat membuka Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Nasional KLH di Hotel Horizon, Kota Bengkulu, kemarin. Menurut  Balthasar, pencemaran air sungai tersebut disebabkan oleh limbah domestik, sedangkan limbah perusahaan sedikit sekali yang menyebabkan pencemaran. \"Hasil penelitian menyebutkan, sumber pencemaran utama sungai adalah limbah domestik. Kalau dari perusahaan tidak terlalu banyak, karena kita terus mengawasi dan melakukan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan. Dan masing-masing perusahan kami berikan penilaian,\" ungkapnya. Karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup fokus mengolah limbah domestic tersebut agar tidak mencemari air sungai. Salah satu upaya  menyelamatkan sungai dari pencemaran adalah membangun Ipal Komunal. Ia mengaku isu mengenai pencemaran air dan lingkungan merupakan hal yang berat. Dan menurutnya ada 3 hal pokok yang menjadi tanggungjawab semua pihak yang berkaitan dengan lingkungan hidup, yakni pertama, meningkatkan daya saing bangsa. \"Kita berharap 250 juta jiwa penduduk Indonesia, 70 persen diantaranya memiliki kualitas terbaik yang bisa mendorong kemajuan bangsa ini. Bangsa ini tidak bisa brsaing jika tidak memiliki kualitas SDM yang memadai,\" ujarnya. Kedua,  lanjutnya, semua pihak harus memastikan bahwa pembangunan di bidang lingkungan hidup harus pembangunan yang berkelanjutan, seperti membuat kebijakn wajib mananam pohon. \"Karen kita tidak hanya bekerja untuk generasi saat ini, tapi juga untuk generasi masa depan,\" sebutnya. Ketiga, perubahan iklim. Menurutnya, lingkungan yang rusak pasti berdampak pada perubahan iklim dan ini menjadi beban dan tanggungjawab petugas yang berkecimpung dengan lingkungan. Sementara itu, Deputi 7 Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas Kementerian Lingkungan Hidup, Dr Henry Bastaman MES mengungkapkan, setidaknya ada 57 sungai yang ada di 33 provinsi di Indonesia yang menjadi perioritas pemantauan pihaknya. \"Pemantauan kualitas air sungai ini telah dilakukan sejak 5 tahun terakhir dan  Rakernis kali ini akan menyampaikan hasil pemantau tahun lalu,\" ujarnya. Ia mengungkapkan, data yang diperoleh mengenai indeks kualitas air sungai tersebut  digunakan sebagai acuan pengambilan kebijakan, terutama yang menyangkut masalah potensi pencemaran air. \"Dengan diketahuianya tingkat pencemaran air ini, maka dapat dilihat tren kecendurangan air di seluruh di Indonesia,\" bebernya. Dibagian lain, Gubernur Bengkulu H Junaidi Hamsyah memaparkan, salah satu penyebab pencemaran air sungai, khususnya di Bengkulu adalah  akibat buruknya prilaku manusia. Seperti membuang hajad di sungai, pengundulan hutan dan perbuatan lainnya. \"Saat ini tengah disusun Raperda penanaman pohon di perkebunan masyarakat, kita akan mengeluarkan perda setiap 1 hektar kebun wajib menanam minimal 5 batang pohon,\" ujarnya. Selain itu, lanjutnya, aktivitas manusia yang ada dihulu sungai juga menyebabkan beberapa sungai di Bengkulu mengalami penurunan kualitasnya. \"Berdasarkan data dari BPN, bahwa di Provinsi Bengkulu ini terdapat 134 sungai yang tersebar di 10 kabupaten/kota. BLH Provinsi Bengkulu sendiri telah memantau kualitas air sungai masing-masing satu sungai di setiap kabupaten dan hasilnya memang ditemukan adanya penurunan kualitas air yang cukup signifikan,\" terangnya. Beberapa sungai yang dipantau itu adalah Sungai Musi, Sungai Bengkulu, Sungai Air Hitam dan Sungai Babat. Hasilnya juga ditemukannya banyak bakteri e coly dan total caliform DO, BOD, yang berada diatas baku mutu dan cenderung akan meningkat terus bila tidak dilakukan langkah-langkah konstruktif. \"Untuk mengatasi hal tersebut, banyak hal yang sudah dilakukan Pemerintah Provinsi Bengkulu, baik melalui program  kegiatan maupun melalui regulasi. Melalui program seperti kegiatan penyusunan profil pengelolaan tutupan vegetasi di 6 kabupeten, inventarisir gas rumah kaca. Sedangkan melalui regulasi seperti membuat RTRW, program perlindungan lipasan ozon dan lainya,\" pungkasnya. Ipal Komunal Salah satu langkah untuk untuk  menurunkan  emisi gas rumah kaca, Pemerintah Provinsi Bengkulu bekerjasama dengan Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI membangun Ipal Komunal di Pondok Pesantren Kota Bengkulu. Penandatangan prasasti pembangunan ipal komunal itupun telah ditandatangani oleh Menteri Lingkungan Hidup, Prof Dr Balthasar Kambuaya MBA didampingi Gubernur Bengkulu H Junaidi Hamsyah, Kepala BLH Provinsi Bengkulu H Iskandar ZO dan beberapa pejabat pemrov dan KLH, di Ponpes Pancasila, siang kemarin. Dalam sambutannya, Iskandar ZO mengatakan, pembngunan Ipal Konunal itu bertujuan untuk  mengurangi emisi efek rumah kaca. Dengan membangun ipal komunal, limbah domestic yang bersumber dari limbah tinja bisa menjadi biogas.  Ipal komunal tersebut digunakan sebagai sumber api kompor gas dan bio elekterik dijadikan sumber listrik yang digerakkan dari mesin genset hingga bisa dijadikan sumber api kompor gas dan listrik. \"Dalam rangka mengendalian pencemaran limbah rumah tangga dan upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dengan mengurangi pemakaian bahan bakar minya (Bensin, solar, mintak tanah,red) dan elpiji, maka pemerintah Provinsi Bengkulu melali BLH bekerjasama dengan PP Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI membangun Ipal Komunal,\" ujarnya. Menurutnya, pihaknya sengaja memilih pembangunan ipal tersebut di Pondok Pesantren Pancasila, karena saat ini jumlah santri di ponpes itu cukup banyak sehingga sangat memungkinkan untuk menghasilkan biogas. Selain, selama ini cara memasak di pesantren tersebut masih menggunakan kayu bakar sehingga menimbulkan polusi udara, ruangan menjadi hitam, dan menggeluarkan biaya yang cukup besar untuk mendapatkan kayu bakar tersebut. Sementara itu, teknisi Pusat penelitian Tenaga listrik dan Mekatronik LIPI, Budi Prawara mengungkapkan, pembangunan Ipal Komunal itu akan selesai dalam kurun 3 bulan ke depan. Dan sebelumnya pihaknya juga sudah membangun proyek yang sama di beberapa daerah lain, dan hasilnya cukup menggembirakan. \"200 santri bisa menghasilkan 6 meter kubik gas metan, setara dengan 3 kg gas elpiji. Setara juga dengan 2.500 watt listrik dan mampu bertahan selama 8 jam,\" terangnya. Ia mengaku di Pondok Pesantren Pancasila sendiri terdapat 480 santri putri dan 150 putra. Jumlah itu sudah mampu menghasilkan lebih dari 13 meter kubik gas metan atau setara dengan 7 kg gas elpiji. \"Nanti akan memasang alat mulai dari pipa menuju bak penampungan hingga ke bak khusus. Selain itu, bakteri yang terdapat pada kotoran itu juga akan berkurang, sehingga tidak lagi mencemari air,\" tutupnya.(400)

Tags :
Kategori :

Terkait