Akil Terancam Menua di Penjara

Jumat 21-02-2014,09:07 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

JAKARTA, BE - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terancam pidana 20 tahun penjara dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang terkait pengurusan sengketa pilkada di lembaga yang pernah dipimpinnya itu. Hal ini terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, (20/2). Akil dijerat dengan pasal akumulatif karena ia melakukan lebih dari satu tindak pidana. Dalam dakwaan pertama, Jaksa menyatakan Akil menerima sekitar Rp 3 miliar terkait permohonan keberatan atas hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Gunung Mas, Rp 1 miliar terkait permohonan keberatan atas hasil Pemilukada Kabupaten Lebak, sekitar Rp 10 miliar dan USD 500 ribu terkait permohonan keberatan atas hasil Pemilukada Empat Lawang. Sekitar Rp 19,86 miliar terkait permohonan keberatan hasil Pemilukada Kota Palembang, dan sekitar Rp 500 miliar terkait permohonan keberatan atas hasil Pemilukada Kabupaten Lampung Selatan. \"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdirir sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang menerima hadiah atau janji,\" ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pulung Rinandoro saat membacakan berkas dakwaan Akil. Atas perbuatannya itu, Akil diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Pada dakwaan selanjutnya, Akil didakwa menerima gratifikasi yang diduga diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pemilukada di Kabupaten Buton. Pada Pilkada ini ia diduga menerima Rp 1 miliar. Selain itu, Akil juga disebut menerima dana untuk sengketa pilkada Kabupaten Pulau Morotai sebeesar Rp 2, 989 miliar. Uang sejumlah Rp 1,8 miliar diduga diterimanya terkait Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Rp 10 miliar terkait permohonan keberatan hasil Pemilukada Jawa Timur. Atas perbuatan gratifikasi ini, Akil diancam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Pada dakwaan ketiga Akil disebut telah menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Selaku hakim konstitusi, Akil meminta Wakil Gubernur Papua Alex Hesegem memberi duit Rp 125 juta. Permintaan duit itu sebagai ongkos karena Alex telah berkonsultasi menanyakan perkara permohonan keberatan hasil Pemilukada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, dan Kabupaten Boven Digoel. Serta meminta Akil membantu mempercepat putusan atas permohonan hasil keberatan itu. Akil pun diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Pada dakwaan ke empat Akil didakwa menerima hadiah sejumlah Rp 7,5 miliar dari Adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Chaeri Wardana alias Wawan. Pemberian hadiah itu diduga diberikan karena kekuasaan atau kewenangan selaku Hakim Konstitusi pada MK RI terkait permohonan keberatan atas hasil Pemilukada Provinsi Banten. \"Dalam perkara ini, terdakwa diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,\" sambung Jaksa. Sementara itu pada dakwaan ke lima Akil disebut bersama Muhtar Ependy dalam rentang waktu 22 Oktober 2010 hingga 2 Oktober 2013 didakwa pasal pencucian uang. Sehingga perbuatannya diancam pidana Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Adapun, Akil juga dijerat pasal pencucian uang dalam rentang waktu antara 17 April 2002 sampai 21 Oktober 2010. Untuk itu, ia juga diancam pidana Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Selama mendengarkan pembacaan berkasnya dakwaannya yang berjumlah 63 lembar, sesekali Akil tertunduk. Ia memakai kemeja batik lengan panjang berwarna hijau tua. Sebelum masuk ruang sidang ia menegaskan siap menghadapi kasus yang melilitnya. \"Ya kita harus siap menghadapi proses pengadilan ini,\" kata Akil. Sidang Akil ini dijaga ketat oleh sekitar 10 anggota kepolisian dari Polsek Setiabudi, Jakarta Selatan. Tampak rekan Akil sesama hakim konstitusi Patrialis Akbar duduk di barisan depan pengunjung sidang. Sesekali Patrialis berdiri untuk melihat Akil yang menjadi sorotan utama kamera media massa. Cuci Uang Hingga Rp 180 Miliar Nilai cuci uang yang diduga dilakukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar saat menjadi hakim konstitusi diperkirakan lebih dari Rp 160 miliar. Tak hanya itu, Akil bahkan sudah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) saat menjadi anggota DPR dengan nilai sekitar Rp 20 miliar. \"Nilai aset dan kekayaan atas dugaan TPPU-nya sejak jadi hakim konstitusi senilai di atas Rp 160 miliar, dan ketika jadi anggota Dewan sekitar Rp 20 miliar,\" kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dalam pesan singkat, Kamis (20/2). Bambang menjelaskan, nilai aset yang dimiliki Akil tidak sesuai dengan laporan harta kekayaan penyelenggara negara yang didaftarkannya ke KPK. \"Aset dan kekayaan yang dimiliki MAM. (Muhammad Akil Mochtar) itu sangat tidak sebanding dengan laporan kekayaannya di LKHPN dan profil penghasilannya,\" ujar Bambang. Selain itu, Bambang menambahkan, berkas dakwaan Akil juga menggabungkan pasal pencucian uang dengan tindak pidana korupsi. Mengenai tindak pidana korupsi, Akil diduga menerima pemberian hadiah atau janji terkait dengan sejumlah sengketa pemilihan kepala daerah yang ditanganinya sebagai hakim konstitusi. \"Ada sekitar sembilan pemilukada yang diduga berupa pemberian hadiah di sekitar 10 pilkada,\" ucapnya. Menurut Bambang, nilai pemberian suap kepada Akil terkait penanganan sengketa pemilihan kepala daerah bervariasi. Mulai dari Rp 50 juta hingga 20 miliar.(jpnn)

Tags :
Kategori :

Terkait