Lima peneliti dari berbagai disiplin keilmuan bertolak ke Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Jumat 23 November 2012.
Tim yang difasilitasi WWF-Indonesia Program Kalbar dan Paguyuban Uud Danum Pontianak ini akan melakukan penelitian ilmiah yang dihelat dalam Ekspedisi Uud Danum pada 23 November - 7 Desember mendatang.
Para peneliti adalah Ari Wibowo (ahli primatologi), Muhammad Firdaus (ahli avifauna), Taufan ID (ahli sosial ekonomi pertanian), Yudiati Puspita Sari (ahli potensi pengembangan pariwisata), dan Abrooza A Yusra (ahli sastra lisan). Mereka akan bertugas secara terpisah berdasarkan keahlian mereka.
Mereka juga didampingi Ketua Paguyuban Uud Danum, Rafael Syamsudin, dan seorang anggotanya, Y. Sutahan Tambun. Selain itu, turut serta Markus Lasah dari WWF Indonesia Program Kalbar yang akan melakukan pengkajian awal potensi hidropower dan pemetaan, serta videografer Ismu Wadjaya, dan fotografer Victor Fidelis Sentosa.
Ketua Ekspedisi Uud Danum, Prof Dr Syamsuni Arman, mengatakan masih ada dua peneliti di bidang arkeologi dan antropologi yang akan bergabung dengan tim ini. “Mereka akan menyusul pada trip kedua di lokasi yang sudah ditentukan,” ujar Syamsuni Arman.
Menurutnya, para peneliti ini akan fokus mendalami sejumlah potensi di Pegunungan Muller berdasarkan disiplin keilmuan masing-masing. “Detailing potensi dan temuan-temuan baru sangat kami perlukan dari penelitian ini dengan harapan dapat dikaji dalam sebuah seminar akhir tahun 2012,” katanya.
Para peneliti direncanakan akan mengunjungi sejumlah desa di pegunungan Muller, masing-masing Desa Sakai dan Sabon, Kecamatan Ambalau, Sintang. Kedua desa ini menjadi target penelitian dilatarbelakangi sejumlah potensi yang ada di dalamnya.
Kawasan ini merupakan habitat sejumlah satwa dilindungi seperti enggang gading, owa, kelasi, dan sebagainya. Dari sisi sosial budaya, masyarakat Uud Danum yang mendiami kawasan itu masih mempertahankan sejumlah tradisi dan budaya leluhur mereka. Di antaranya, Kolimoi dan Tatum.
Kolimoi dalam epos Hindu sama seperti kisah Ramayana. Dalam cerita itu, manusia masih hidup berdampingan dengan para dewa. Sedangkan Tatum adalah sebuah cerita saat manusia sudah turun ke bumi. Kolimoi ini dijadikan sebagai panduan hidup, dan disetarakan dengan kitab suci bagi agama Kaharingan.(**)