JAKARTA, BE - Praktisi pendidikan, Prof H.A.R Tilaar mengaku pesimis dengan kurikulum baru yang kini siap diberlakukan tahun 2013 oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Pasalnya, guru selaku pelaksana tidak dilibatkan dalam menyusun kurikulum tersebut.
“Akan gagal. Alasannya, yang melaksakaan adalah guru dan apakah guru itu dilibatkan? malah ucapan Menteri, guru-guru tidak usah diikutsertakan, mereka cukup implementasi. Harusnya sejak semula, guru yang akan jadi implementor kurikulum itu diikut sertakan, supaya mengerti apa sebenarnya yang akan dituju kurikukulm baru ini,” kata Tilaar dalam diskusi tentang “Kritik atas kebijakan perubahan kurikulum” di Kuningan, Jakarta, Jumat (23/11).
Hal yang sama juga dikatakan Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listiyarti. Menurutnya, guru selama ini hanya diposisikan sebagai tukang kerja dari kurikulum yang ditetapkan. Padahal menurut dia, guru harus ikut memikirkan apa yang akan dilaksanakannya.
“Guru tidak dilibatkan, guru cukup tahapnya implementasi. Itu sama saja guru itu tukang. Tukang kerjain kurikulum. Dia (guru) bukan jadi seorang pemikir, bukan kreator. Dia yang melaksanakan tapi tidak boleh berfikir tentang apa yang dia laksanakan, paling tahu kan dia. Nah ini permasalahanya, under estimate terhadap guru,” kata Retno.
Selain itu, kata Retno, seluruh kebijakan pendidikan yang diambil selama ini oleh Kemdikbud nyaris tidak mempertimbangkan kepentingan guru. Itulah yang menjadi alasan mengapa selama dua tahun terakhir sejak berdirinya FSGI, secara terus menerus melakukan perlawanan terhadap ketidak adilan.
“Seharusnya kebijakan pendidikan mementingkan kebutuhan anak, bukan mengorbankan anak. Kalau dengan pola-pola yang dibangun saat ini, itu mengorbankan kepentingan anak,” kata guru yang hingga kini masih intens mendesak pemerintah menghentikan pelaksanaan Ujian Nasional (UN). (fat/jpnn)