Saat dewasa, hampir semua laki-laki pernah terobsesi untuk memiliki \'burung\' atau alat kelamin berukuran besar. Namun terlahir dengan alat kelamin lebih besar juga tidak selalu bisa dibanggakan, kadang malah harus diwaspadai sebagai gejala penyakit berbahaya.
Salah satu penyakit berbahaya yang ditandai dengan kemaluan berukuran besar adalah Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK) atau Congenital Adrenal Hyperplasia (CAH). Kelainan bawaan ini dipicu oleh gangguan pada kelenjar adrenal atau anak ginjal sehingga dalam memperoduksi kortisol atau hormon stres.
Gangguan pada kelenjar anak ginjal juga mempengaruhi produksi hormon, terutama androgen yang merupakan hormon seks pria. Pada laki-laki, kondisi ini memicu pubertas yang terlalu cepat dan ukuran penis yang lebih besar, sedangkan pada perempuan bisa memicu pembengkakan klitoris sehingga mirip ambiguitas jenis kelamin.
Pada perempuan, HAK relatif mudah terdeteksi karena klitoris umumnya berukuran kecil sehingga sedikit saja ada pembesaran maka akan lebih mencurigakan. Lain halnya pada laki-laki, kemaluan yang membesar celakanya kadang justru dianggap membanggakan dan tidak dianggap berbahaya.
\"Kalau biasanya 2,5 cm atau 3 cm (ukuran kemaluan bayi laki-laki), kok anaknya 4 cm kan tidak terlalu kentara,\" kata Dr Wayan Bikin Suryawan, SpA(K), dokter anak dari RSUD Wangaya Bali yang juga Ketua UKK Endokrin Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam temu media di Laboratorium Klinik Prodia, Jl Kramat Raya Jakarta Pusat, seperti ditulis Senin (19/11/2012).
HAK yang tidak terdeteksi pada bayi laki-laki sering berakibat fatal yakni memicu krisis adrenal yang mematikan. Krisis adrenal terjadi ketika tubuh kekurangan cairan dan garam, sementara kelenjar adrenal tidak mampu memproduksi hormon kortisol dalam jumlah yang cukup untuk mengantisipasinya.
Selain dicirikan dengan alat kelamin yang membesar serta pubertas atau kemunculan tanda-tanda seksual sekunder yang lebih cepat, HAK juga bisa dikenali dari ciri lain yakni kulit yang agak menghitam saat bayi. Pada tingkat kerusakan tertentu, gangguan fungsi kelenjar adrenal juga menyebabkan anak bayi sering muntah-muntah, menyusu tidak bagus dan selalu tampak lemas.
Penyakit langka dan terabaikan
Di Indonesia, jumlah pengidap HAK yang terdata oleh KAHAKI (Komunitas keluarga HAK Indonesia) baru ada 238 orang. Namun diyakini jumlah sebenarnya jauh lebih besar, mengingat prevalensi global di seluruh dunia untuk kelainan ini mencapai 1 dari 10 ribu hingga 15 ribu kelahiran. Bahkan di Filipina, data menunjukkan prevalensinya 1 dari 6 ribu kelahiran.
Dari jumlah tersebut, pengidap HAK yang mampu bertahan hingga dewasa kebanyakan berjenis kelamin perempuan. Bukan karena perempuan lebih rentan, melainkan karena lebih mudah terdeteksi sementara pada laki-laki lebih sulit dan sering terabaikan sehingga tidak tertangani dan akhirnya meninggal karena krisis adrenal.
Padahal jika terdeteksi, pengidapnya bisa tumbuh normal dengan pemberian steroid secara teratur. Obat tersebut tidak mahal, hanya sekitar Rp 250 ribu untuk 1 botol berisi 100 tablet.
Namun lagi-lagi, masalah ketersediaan obat masih jadi kendala dalam menangani kelainan ini. Steroid yang dibutuhkan untuk pengobatan belum tersedia di Indonesia, sehingga para pasien yang tergabung di KAHAKI masih harus menggantungkan diri dari sumbangan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Clan (Caring and Living as Neighbor) dari Australia atau membeli sendiri di negara tetangga seperti Singapura.
\"Seharusnya obat apa saja, kalau ada pasiennya di Indonesia maka harus tersedia. Jangan tunggu banyak dulu yang meninggal,\" kata Dr Aman Pulungan, SpA(K)End, konsultan endokrinologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.(**)