Pemersatu Orang Semende

Kamis 12-12-2013,20:30 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Adat Meraje dan Tunggu tubang merupakan salah satu sifat adat semende. Adat ini salah satu perisai untuk menyatukan orang semende, walaupun jauh merantu sehingga dengan mengingat adat ini maka mereka akan berkumpul. ASROFI, BINTUHAN ADAT satu ini masih tetap melekat di warga Semende, khususnya Desa Suku Tiga, Air Pahlawan, Muara Dua, dan Tebing Rambutan. Jika anak manusia resmi menjadi tunggu tubang, apabila telah menikah. Sedangkan dikatakan meraje yakni peralihan jabatan meraje dan serah terima kepemimpinan dari meraje, kepada calon meraje dilaksanakan dalam suatu upacara adat yang disebut dengan mbajii. Oleh karena itu, adat tunggu tubang dan Meraje masih tetap melekat di suku Semende di Kecamatan Nasal. \"Adat ini khususnya upacara mbajii itu biasanya dilaksanakan setelah selesai masa panen padi dan kopi dengan mengadakan sembelihan hewan kurban berupa seekor kerbau atau sapi ataupun kambing,\" kata Sekretaris Dispenbud Kaur KH Sidarmin Tetap MPd, kemarin. Dilaksanakannya upacara mbajii ini setelah panen padi dan kopi dengan maksud agar ada persediaan pangan dan dana yang cukup. Lagi pula, saat itu semua keluarga sedang bergembira karena mempunyai padi yang banyak. Pada upacara itu, tugas wakil dari meraje menyampaikan pengarahan tentang adat Semende, sejarah Semende, dan petuah-petuah penting bagi kehidupan para anak belai. Pada akhirnya dilakukan serah terima jabatan meraje dari meraje kepada calon meraje. Dengan serah terima jabatan ini, maka calon meraje resmi menjadi meraje, dan meraje yang telah habis jabatannya meningkat menjadi jenang meraje. \"sifat meraje disyaratkan memiliki sifat-sifat baik sehingga dapat menjadi contoh dan suri tauladan bagi para anak belai yang dipimpinnya. Mereka yang dipilih menjadi calon meraje yakni Adil dan tidak berat sebelah, bijaksana dalam mengambil keputusan,\" jelasnya. Sementara itu, untuk Sifat Tunggu Tubang, lanjut Sidarmin, dalam adat Semende, peran tunggu tubang sangat penting. Karena seorang tunggu tubang selaku orang yang diberi mandat untuk menjaga dan mengurus harta pusaka keluarga. \"Makanya mereka harus mempunyai sifat Rumah tunggu tubang adalah sentral dan pusat silaturahmi dari seluruh keluarga besar,\" tuturnya. Gantungan harapan seluruh anggota jurai, dan penjaga utama harta pusaka nenek moyang. Selain itu pula, rumah tunggu tubang menjadi tempat kembali dan berkumpul seluruh anggota keluarga pada saat-saat dan kejadian-kejadian tertentu. \"Dengan demikian, tali silaturrahmi di antara sesama anggota keluarga tidak terputus, meskipun banyak yang merantau dan bahkan menetap di rantauan,\" katanya. Tunggu tubang harus bersifat bagaikan pusat pumpunan jala dimaksudkan agar sewaktu-waktu dapat menarik dan menghimpun seluruh anggota jurai untuk berkumpul dan bersilaturrahmi. Saat ini, lanjutnya, adat ini tetap bertahan dan bahkan saat pernikahan walupun caon suami atau istri bukan adat semende mereka akan dikenalkan dengan adat ini. \"Sehingga siapaun dia sudah masuk adat semende harus tunduk apalgi anak pertama maka harus tunggu tubang,\" jelasnya.(***)

Tags :
Kategori :

Terkait