JAKARTA--Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan NAPZA Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI Retno Tyas Utami, menegaskan, BPOM telah melakukan seleksi ketat untuk setiap produk termasuk obat, sebelum bisa diedarkan ke pasar. \"Badan POM dalam melakukan skrining pre market obat (sebelum disetujui beredar) menggunakan kriteria penilaian keamanan, khasiat dan mutu sesuai standar internasional,\" tegas Retno dalam keterangan persnya, Selasa (5/11). Dia menegaskan, data yang menunjang tiga kriteria tersebut harus dibuktikan sesuai produk yang didaftarkan. Di antaranya untuk mutu obat harus disebutkan semua komposisi bahan yang ada dalam formulanya. \"Bahan yang bersumber dari hewani harus menyebutkan secara jelas asalnya dan menyertakan sertifikat halal bila diperlukan,\" ujarnya. Bahkan, apabila dalam formula ada bahan bersumber dari hewan yang termasuk tidak halal maka produknya harus mengikuti ketentuan pencantuman label yang berlaku dengan menyebut sumber hewan tersebut. \"Badan POM melakukan audit kepada produsen untuk memastikan Cara Pembuatan yang Baik (CPOB) diterapkan secara konsisten oleh produsen,\" tegasnya. Ditambahkan, sertifikat izin edar diberikan bila produk telah memenuhi ketiga kriteria melalui serangkaian pengujian bukti-bukti yang valid dari aspek keamanan, khasiat dan mutu. Sementara itu, tentang RUU Jaminan Produk Halal (JPH), Retno mengatakan masukan Badan POM sudah diserahkan ke Kementerian Kesehatan dan diadopsi sebagai masukan pemerintah bidang Kesehatan. \"Apabila ada obat yang sudah terdaftar di BPOM, yang ingin mencantumkan halal dalam labelnya, harus mendaftar ke MUI untuk sertifikasi halal. Badan POM hanya memberikan persetujuan pencantuman saja setelah ada sertifikat dari MUI,\" tegas Retno. Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi meminta MUI bersikap proporsional dan fleksibel atas wacana sertifikasi halal terhadap produk farmasi demi kemaslahatan umat. “Kami minta MUI melihat permasalahan secara proporsional karena ini menyangkut kedaruratan, hidup dan mati pasien, apa yang tidak halal menjadi boleh” ujar dia.
Langkah Menkes ini agar produk farmasi ini dilihat lebih pada gunanya, karena ini menyangkut hidup mati si pasien. Menkes menyatakan sudah banyak berkonsultasi dengan ahli agama Islam untuk soal ini. Dan Menkes juga mengingatkan sertifiaksi haram untuk makanan dan farmasi adalah sesuatu yang berbeda. (esy/jpnn)