Dari Pulau Dewata Membangun Citra Indonesia

Kamis 10-10-2013,08:15 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Oleh: Zaenal A Budiyono*

SUKSES Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) 2013 di Nusa Dua, Bali, tidak hanya diukur dari sejumlah kesepakatan yang dihasilkan oleh para leaders guna mendorong makin terbukanya ekonomi negara-negara anggota. Keberhasilan gelaran APEC kali ini juga ditentukan sejauh mana kualitas penyelenggaraan oleh tuan rumah.

Saat APEC Summit 2012 di Russky Island, Vladivostok, Rusia, tahun lalu, negara yang makin kuat ekonominya pasca-keruntuhan komunisme Uni Soviet ini seakan ingin menunjukkan kembalinya “Tsar Rusia” ke kancah politik dunia. Sepanjang jalan menuju Far Eastern Federal University (FEFU), Russky Island -yang menjadi lokasi summit- delegasi negara-negara APEC disuguhi kehebatan infrastruktur Rusia. Mulai dari jalan bebas hambatan puluhan kilometer yang baru dibangun, jembatan penghubung nan megah dari daratan Rusia ke Pulau Russky, hingga kompleks FEFU nan megah.

Sekadar catatan, Russky Island adalah kawasan pinggiran Rusia, bukan di Moskow atau St Petersburg. Seolah Presiden Rusia, Vladimir Putin, ingin mengatakan kepada para mitranya di APEC -dan dunia tentunya- bahwa Rusia telah kembali.

Bagaimana dengan APEC 2013 Indonesia yang dihelat di Pulau Bali? Indonesia yang di dunia internasional dikenal sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi setelah Tiongkok, (6,2 persen di 2012) tampaknya juga ingin memperkuat posisinya baik di kawasan maupun global. Bali pun dipilih sebagai tempat KTT APEC karena pulau ini tidak perlu marketing lagi. Dunia internasional telah mengenalnya.

Namun, harus ada “kejutan” atau sesuatu yang baru agar para delegasi dari 21 negara APEC pulang dengan memori indah dan kekaguman, sehingga image Indonesia makin baik di mata dunia. Maka begitu mendarat di Ngurah Rai Airport, mata para leaders dan delegasi akan langsung disuguhi infrastruktur jalan tol Mandara yang “mengambang” di atas laut, mengular dari Ngurah Rai  sampai Nusa Dua. Dengan panjang sekitar 12,7 kilometer, tol yang menghubungkan Pelabuhan Benoa, Ngurah Rai dan Nusa Dua ini menjadi ikon baru Bali dan Indonesia.

Tak cukup di situ. Lokasi puncak pertemuan para leaders di kompleks Nusa Dua merupakan kejuatan berikutnya. Di sana hadir hotel baru nan mewah, Sofitel Luxury Hotel, yang dibangun dengan biaya Rp 1 triliun hanya dalam waktu 1,5 tahun!

Pengembangnya tak lain Trihatma K Haliman, bos besar Agung Podomoro Land Tbk, yang dikenal raja properti dalam beberapa tahun terakhir ini. Ibarat kisah Bandung Bondowoso yang membangun Candi Prambanan hanya dalam waktu semalam, Haliman ingin menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia bisa membuat karya-karya besar yang bisa dibanggakan. Ia mengaku mendapat mandat langsung dari Presiden SBY untuk membuat venue retreat APEC yang menghadap ke laut.

Dengan hembusan angin dan iringan deru ombak nan merdu, diharapkan lokasi pertemuan membawa energi positif untuk para leaders, sehingga dapat menghasilkan sejumlah kesepakatan untuk masa depan APEC. Dan sepertinya harapan Presiden SBY untuk menghadirkan kejutan bagi para leaders itu menjadi kenyataan. Lokasi retreat di Sofitel Luxury Hotel tampak megah dengan sentuhan aksen khas Bali.

Selain “mengurus” para leaders APEC, dukungan media sangat penting agar gaung APEC Indonesia 2013 sesuai harapan. Untuk itu, perlu fasilitas penunjang kepada para jurnalis yang jumlahnya mencapai ribuan. Hasilnya juga excellent. Media Center APEC terletak di salah satu hall Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) yang luas. Panjangnya kurang lebih 300 meter dan lebar 200 meter. Dilengkapi dengan ribuan personal computer dan jaringan Wi-Fi supercepat yang disupport Telkom Indonesia, kerja para jurnalis jadi lebih mudah. Tempat ini mampu menampung tak kurang dari 3.000 awak media. Mereka bebas mengirimkan materi berita dan berkomunikasi ke negara asal masing-masing secara bebas.

Media center ini juga dilengkapi dengan 550 line fixed wireline, layanan IP Phone untuk telekomunikasi internasional (IDD Call), akses internet kecepatan tinggi dengan bandwidth hingga 2x10 Gbps, jaringan Wi-Fi yang all coverage, hingga Mobile SNG (Satellite News Gathering) untuk broadcaster dengan coverage nasional dan internasional serta jaringan privat ke semua lokasi venue.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang secara khusus mengecek kesiapan media center tampak puas dengan kesiapan panitia APEC. Ia menegaskan, akses komunikasi voice dan data ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan wartawan asing dan Indonesia.

Ia juga bertekad, Indonesia sebagai tuan rumah harus menyuguhkan layanan yang terbaik sehingga dapat mendukung kebutuhan jurnalis internasional dalam menyajikan berita global.

Saat berdialog dengan sejumlah wartawan asing, Hatta mendapat respon positif bahwa sebagian besar para awak media peliput APEC 2013  puas atas performance ICT yang disajikan. Tak ada keluhan berarti dari watawan nasional maupun internasional. Semua tampak puas.

Satu insiden yang menyedot perhatian justru ketika 9 jurnalis Hong Kong, menggelar aksi beraroma politis. Aksi mereka bukan karena fasilitas yang kurang memadai, melainkan untuk menarik perhatian Presiden Filipina, Benigno Aquino III ketika menghadir salah satu forum.

Para jurnalis yang melakukan aksi protes itu mengecam Pemerintahan Benigni atas tragedi penembakan bus turis Hong Kong di Filipina yang menelan 8 korban tewas tahun 2010 lalu. Panitia APEC Indonesia 2013 bertindak tegas dengan “mengusir” wartawan Hong Kong dari kompleks Nusa Dua.

Isu keamanan juga menjadi pekerjaan rumah penting bagi pemerintah jelang KTT APEC kali ini. Trauma Bom Bali I dan II memang sudah menurun, tapi kewaspadaan tetap utama. Maka, aparat keamanan tak mau berkompromi guna mengawal sejumlah kepala negara di Bali. Kapal perang dikerahkan, sejumlah jalan ditutup.

Bahkan, bandara Ngurah Rai sampai harus “shutdown” dari kegiatan komersial selama tiga hari. Walaupun ada kerugian dari sisi pendapatan, namun demi merah-putih, semua pihak memahami situasi yang demikian. Baik Angkasa Pura, maskapai penerbangan dan pihak swasta, tak terlalu mempermasalahkan “isolasi” Bali untuk sementara waktu.

Sebuah media nasional memotret bagaimana lengangnya bandara Bali saat APEC berlangsung. Pemandangan yang tidak biasa. Di luar itu, kemegahan the new Ngurah Rai Airport juga menjadi suguhan lain bagi para delegasi APEC.

Membangun citra positif Indonesia di dunia internasional memang tidak mudah. Forum APEC Bali 2013 yang baru saja berakhir merupakan media yang tepat untuk menunjukkan siapa kita. Ditambah dengan keramahtamahan masyarakat Bali, keindahan Pulau Dewata dan infrastruktur yang mengesankan, Indonesia kini bukanlah Indonesia pasca reformasi yang diterpa krisis.

Kita justru tengah membangun ekonomi menuju salah satu pemain penting kawasan. Sejumlah indikator cukup untuk meng-capture performance Indonesia dalam lima tahun terakhir. Kita adalah negara G20 member dengan GDP no-16 dunia. Indonesia juga sekarang masuk kelompok MIST (Mexico, Indonesia, South Korea dan Turki), group negara-negara emerging yang digadang-gadang akan menggantikan dominasi BRIC (Brazil, Rusia, India dan China) di tahun-tahun mendatang.(***)

*Penulis adalah Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Publikasi

Tags :
Kategori :

Terkait