JAKARTA - Memasuki tahun politik 2014 diperkirakan penjualan properti di Tanah Air akan mengalami perlambatan akibat kebijakan pengetatan KPR (kredit pemilkan rumah). Oleh karena itu pengembang harus mengantisipasinya dengan membuat strategi pengembangan dan pemasaran yang terencana.
\"Diperkirakan pasar properti akan melambat di tahun 2014 dan akan berlanjut sampai dua tahun ke depan,\" ujar Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghada kemarin (4/10).
Aturan pengetatan KPR yang dikeluarkan Bank Indonesia dirasakan sebagian pengembang akan berdampak buruk terhadap bisnis properti saat ini.
Belum lama ini, Bank Indonesia memberikan aturan yang melarang penggunaan fasilitas KPR inden untuk KPR rumah kedua dan seterusnya. Hal ini digunakan untuk meredam aksi spekulasi sekaligus meminimalisasi resiko kredit macet di kalangan perbankan.\"Diperkirakan lebih dari 35 persen nasabah KPR memiliki lebih dari dua buah KPR,\" katanya. Perlambatan ini juga diperparah dengan aturan Loan to Value (LTV) yang dikhawatirkan semakin memperburuk pertumbuhan bisnis properti saat ini. Apalagi makro ekonomi Indonesia belum stabil.
\"Para pengembang hendaknya dapat mengantisipasi hal tersebut dengan membuat strategi pengembangan yang lebih sehat dan terencana baik,\" sebutnya.
Namun begitu, IPW beranggapan secara substansi, aturan Bank Indonesia itu harus dicermati secara bijaksana karena akan menjadikan pasar perumahan nasional menjadi lebih sehat.\"Saat ini memang terdapat pola pembiayaan dari pengembang yang rawan terhadap side streaming (penyelewengan dana) akibat diperbolehkannya KPR Inden,\" tuturnya. Selain memperoleh kredit konstruksi dari perbankan, pengembang juga memperoleh pencairan dana dari KPR, sehingga memberikan pembiayaan yang bertumpuk (double loan)\"Dana melimpah yang seharusnya untuk membangun itu dipakai pengembang untuk membeli tanah lain, tapi tanpa pengaturan arus kas yang baik, banyak pengembang yang malah terkena kredit macet,\" sambungnya. Pengamat properti, Panangian Simanungkalit mengakui banyak tantangan yang harus dihadapi sektor properti hingga tahun depan. Selain ada aturan BI yang ketat, tahun depan juga politik memanas.
\"Menurut perkiraan saya bakal terjadi pelambatan sektor properti tahun depan, pertumbuhan properti hanya naik 10 persen, tahun ini kan sekitar 15 persen,\" katanya. Properti apartemen diprediksi masih akan menjadi pilihan utama pasar properti tahun depan. Sementara untuk segmentasi harga, properti dengan harga Rp 1 miliar merupakan yang paling prospektif dengan potensi pasar paling besar.\"Untuk Indonesia, properti paling dicari yang harganya dibawah Rp 1 miliar, terutama Rp 600 juta ke bawah,\" jelasnya. (wir)