JAKARTA--Partai Nasdem menyumbang perspektif baru dalam perkembangan pembahasan revisi UU Pemilihan Presiden (Pilpres) yang kini sedang berproses di parlemen. Terkait dengan syarat pengusulan pasangan capres-cawapres, partai yang akan mengikuti pemilu kali pertama pada 2014 itu mengusulkan agar penentuan tidak lagi didasarkan pada persentase perolehan suara atau kursi.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Nasdem Ferry Mursyidan Baldan mengingatkan bahwa semangat melakukan revisi yang harus diluruskan terlebih dulu. Yaitu, landasan mengubah UU Pilpres bukan mempermudah atau mempersulit. \"Atas hal itu, Partai Nasdem mengajak untuk mengubah model pengaturan tentang syarat pengusulan,\" kata Ferry di Jakarta, Jumat (27/9).
Model baru pengaturan itu, terang dia, adalah membuat rumusan bahwa parpol yang berhak mengusulkan capres adalah parpol yang meraih suara terbanyak pertama, kedua, dan ketiga saja. \"Atau, bisa juga jika mau ditambahkan menjadi empat besar,\" ucap Ferry. Dengan formula tersebut, lanjut mantan ketua Pansus RUU Pilpres itu, pengusulan terhadap perubahan UU Pilpres tidak lagi terjebak pada hal-hal yang sangat subjektif. Dengan formula tersebut, pengusulan capres dan hak politik parpol juga tidak lagi tersandera format koalisi. Artinya, tandas dia, koalisi benar-benar menjadi pilihan politik dalam mendukung pencalonan. \"Bukan semata-mata sebuah proses bargaining yang dalam praktiknya lebih sebagai hubungan politik yang transaksional,\" imbuh mantan politikus Partai Golkar tersebut. Ferry menyadari, sebagai usul baru yang berasal dari luar parlemen, wacana itu akan menuai sejumlah tentangan dari partai-partai di DPR. Jika ternyata seluruh partai menolaknya, kata dia, sebaiknya tetap dipakai saja UU Pilpres yang sudah ada. \"Toh semua ada dalam konstruksi membangun penyederhanaan parpol dan memperkuat pemerintahan presidensial,\" tandasnya. Salah satu isu utama dalam rencana revisi UU Pilpres yang mengemuka saat ini memang terkait dengan persyaratan persentase untuk bisa mengusulkan pasangan capres-cawapres. Ada sejumlah partai yang mendorong besarannya dikurangi dari ketentuan yang ada saat ini sebesar 25 persen perolehan suara atau 20 persen kursi di DPR. Di antaranya, ada yang mengusulkan persyaratannya diperkecil atau cukup dengan angka sama dengan parliamentary threshold sebesar 3,5 persen.
\"Sangat mudah dipahami dan dibaca untuk sekadar memuluskan pengusulan terhadap calon yang sudah dipersiapkan atau bahkan yang sudah dideklarasikan,\" sindir Ferry. Salah satu fraksi yang mendorong dilakukan revisi UU Pilpres dengan mengubah presidential threshold sesuai dengan parliamentary threshold adalah Fraksi Partai Hanura. Seperti diketahui, Partai Hanura memang telah mengusung Wiranto dan Hary Tanoe sebagai pasangan capres-cawapres. Ketua Fraksi Partai Hanura Syarifudin Suding mengatakan, dengan ambang batas 3,5 persen, partai yang bisa lolos ke parlemen berhak mengajukan pasangan capres. Dia menyayangkan jika nanti ambang batas tersebut tetap 20 persen kursi DPR atau 25 persen perolehan suara. \"Itu adalah tirani terhadap minoritas dalam era demokrasi yang terjadi di parlemen kita. Mau tidak mau kami harus menerimanya,\" katanya. Seperti diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR rencananya mengambil keputusan terkait jadi tidaknya revisi UU Pilpres pada 3 Oktober. Jika tidak dilanjutkan, akan dilakukan pencabutan dari program legislasi nasional (prolegnas). (dyn/fal/c10/fat)