Rasa penasaran Rosna semakin lama semakin besar, dan akhirnya ia memutuskan untuk pulang ke Mukomuko. Ia ingin melihat perkembangan kebun kelapa sawit yang selama ini dipasrahkan penggarapannya kepada kerabatnya. Setelah sampai di Mukomuko dan melihat kebunnya, Rosna cukup kaget. Ternyata kebun sawitnya tidak sesuai dengan besarnya biaya yang sudah dikeluarkan.
Menurut Rosna, hanya ada dua pilihan dalam menyikapi kebunnya yang sangat memprihatinkan tersebut. Pertama, menghentikan usaha perkebunannya dengan resiko ia akan merugi besar, mengingat investasi yang sudah tertanam sudah cukup besar. Pilihan kedua, meneruskan usahanya dengan resiko ia akan mengeluarkan uang lebih banyak lagi untuk membenahi dan merawat kebunnya tersebut.
Kondisi kebun dan pilihan-pilihan itu segera disampaikan Rosna kepada Ichwan Yunus melalui telepon. Mendengar laporan istrinya, spontan Ichwan Yunus menjawab, ‘’teruskan.’’
Untung menghindari kekecewaan yang kedua kalinya, maka Rosna terpaksa menunggu pengerjaan rehabilitasi kebunnya itu selama tiga bulan di Mukomuko.
Kecepatan dan ketegasan Ichwan Yunus menjawab alternatif yang diajukan istrinya tersebut, bukan tanpa alasan. Filing bisnisnya begitu cepat menyimpulkan, jika usaha kebunnya itu distop, maka ia akan mengalami kerugian yang sangat besar.
Pasalnya modal yang sudah ia keluarkan sudah pasti tidak akan kembali lagi. Jauh lebih baik jika ia mengeluarkan tambahan modal lagi untuk meneruskan usaha kebunnya tersebut. Karena pasa saatnya nanti sawit mulai produktif, bukan hanya modal yang akan kembali, tapi keuntungan besa yang akan ia raih. Di samping itu keingian yang begitu besar untuk peduli dan berbagi kepada masyarakat Mukomuko tidak mungkin ia hentikan hanya karena sedikit kekecewaan.(bersambung)