Ketua AMAN Bengkulu Fahmi Arisandi mengatakan, kehadiran Rieke ke Bengkulu memberi kabar baik atas penantian lebih dari 3 bulan masyarakat adat di Enggano. Ia berharap, seluruh kesepakatan yang telah diambil dan melalui kewenangan Rieke sebagai Komisi VI DPR RI dapat berjalan dengan lancer.
"Penanganan Enggano harus di luar keadaan normal. Di Bengkulu, selama ini kan Enggano dianggap baik-baik saja. Padahal nyatanya tidak," kata Fahmi.
Fahmi juga menyampaikan apresiasinya kepada Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang ikut hadir dalam pertemuan itu meski hanya melalui sambungan telepon. Respons baik Sufmi bisa menjadi jawaban di tengah keputusasaan masyarakat Enggano.
"Ada banyak jalan untuk menyuarakan Enggano. Tidak selesai di daerah, kita coba tangga lain. Sudah terlalu sabar orang Enggano dibiarkan sampai lebih 3 bulanan terkurung," kata Fahmi.
Sejak Maret 2025, transportasi laut ke Pulau Enggano terhenti. Lebih dari 4.000 orang terkurung di pulau itu. Pada pekan pertama Juni, kapal Ferry Pulo Tello baru dapat beroperasi setelah berhasil dikeluarkan dari Dermaga Pulau Baai akibat pendangkalan alur masuk.
Sejak itu, layanan transportasi mulai beroperasi. Namun hanya melayani orang bukan barang atau hasil bumi. Situasi ini membuat para masyarakat sdat di Enggano yang mengandalkan jual beli hasil bumi menjadi makin krisis.
Hingga kini, situasi aktivitas ekonomi di Enggano lumpuh. Warung-warung sepi, rumah makan tutup, penginapan sepi dan beberapa rumah tangga terpaksa melakukan barter untuk memenuhi kebutuhan harian mereka di pulau.
"Yang susahnya untuk bayar sekolah anak-anak i luar pulau, kami sudah tak punya uang," kata Iwan, warga Malakoni pekan lalu.
Pemerintah Daerah di Bengkulu, hingga kini belum ada Tindakan dan Langkah strategis untuk menyikapi kondisi di Pulau Enggano. Keluhan dan aspirasi yang kerap disampaikan oleh masyarakat adat di Enggano, tak mendapat perhatian. (Rls)