BENGKULUEKSPRESS.COM - Anggota DPD RI Dapil Provinsi Bengkulu, Apt. Destita Khairilisani, S.Farm., M.S.M menyoroti tingginya angka perkawinan anak di Bengkulu. Angka tersebut menempatkan Bengkulu sebagai peringkat ke-5 tertinggi secara nasional bahkan Asia.
Berdasarkan data Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bengkulu per 29 Oktober 2024, terdapat 625 kasus perkawinan anak di bawah usia 19 tahun. Dalam kasus ini Kabupaten Seluma mencatat 158 kasus, disusul Bengkulu Utara (104), Kepahiang (79), dan Kota Bengkulu (72).
Melihat data tersebut, Destita menyampaikan keprihatinannya atas kasus perkawinan anak dibawah usia 19 tahun di Bengkulu. Tingginya angka perkawinan anak ini, tentu akan berdampak pada tumbuh kembang anak bahkan dapat menyebabkan anakk menjadi stunting.
"Terus terang kami prihatin, Bengkulu menempati posisi nomor satu di Asia dan nomor lima di Indonesia. Di Bengkulu sendiri, Kabupaten Seluma mencatat angka tertinggi," kata Destita dalam pertemuan Cahaya Perempuan dan Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR) baru-baru ini
BACA JUGA:Senator Destita Ajak Mahasiswa UINFas Gaungkan 4 Pilar Kebangsaan Lewat Aksi Nyata
Padahal sambungnya, Kabupaten Seluma telah memiliki Peraturan Bupati (Perbup) tentang pencegahan perkawinan anak, namun angka perkawinan anak masih tinggi.
Oleh sebab itu, Senator Bengkulu ini mendorong adanya sosialisi masif dan perubahan kebijakan agar dapat menekan angka perkawinan anak tersebut.
"Tingginya angka perkawinan ini membuktikan keberadaan regulasi belum cukup tanpa implementasi serius. Kami di DPD RI akan mendorong penguatan sinergi lintas sektor agar kebijakan bisa berjalan efektif di lapangan," tegasnya.
Destita juga mengapresiasi adanya regulasi di tingkat provinsi, namun menilai perlu revisi agar lebih aplikatif dan berdampak. Ia berharap momentum revisi ini bisa dimanfaatkan untuk mendorong seluruh kabupaten di Bengkulu agar membuat kebijakan serupa secara kolektif.
"Kalau bisa serentak, atensi dan inisiasi akan lebih kuat. Kita mulai pelan-pelan, karena ini tidak bisa instan. Tapi perjuangan mengurangi perkawinan anak harus dimulai dari sekarang,” imbuhnya.
Senator asal Bengkulu itu juga mengusulkan agar komunitas perempuan dan stakeholder lainnya menyusun roadmap atau milestone dengan target terukur, guna memperkuat advokasi dan memastikan isu ini tetap menjadi perhatian publik.
"Minimal tahun ini harus ada sosialisasi masif. Kita ingin masyarakat sadar bahwa perkawinan anak bukan solusi. Justru menambah masalah, salah satunya adalah stunting,” tutup Senator asal Bengkulu.