BENGKULUEKSPRESS.COM - Pemerintah Kota Bengkulu melalui Dinas Sosial (Dinsos) terus menunjukkan perhatian khusus terhadap kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas dan anak jalanan, dengan memberikan peluang untuk berwirausaha.
Langkah ini diharapkan dapat mendorong kemandirian ekonomi mereka melalui pengembangan berbagai fasilitas dan pelatihan.
Kepala Dinsos Kota Bengkulu, Sahat Marulitua Situmorang, menjelaskan bahwa pemerintah telah mengembangkan dapur umum yang tidak hanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan gizi di rumah singgah, tetapi juga dimanfaatkan sebagai dapur produksi.
Dapur ini berfungsi sebagai tempat pelatihan bagi usaha kerajinan dan produksi rumah tangga.
BACA JUGA:Program Bedah Rumah 2025, Pemkot Bengkulu Siapkan 92 Kuota Rumah Tak Layak Huni
BACA JUGA:Target 2025, Seluruh Puskesmas di Kota Bengkulu Bakal Jadi BLUD
“Hasil produksi mereka, seperti keripik pisang dan olahan pangan lainnya, dijual sebagai langkah awal menuju kemandirian. Sebagian besar kelompok yang kami bina berasal dari kalangan disabilitas dan anak jalanan yang sebelumnya mengalami berbagai permasalahan,” ujar Sahat, Sabtu 11 Januari 2025.
Namun, Sahat menekankan pentingnya edukasi dan pendampingan bagi para pelaku usaha binaan, terutama dalam menjaga keamanan dan kualitas produk pangan.
“Meski berasal dari kelompok rentan, kami tetap memberikan pemahaman agar produk yang mereka hasilkan aman dikonsumsi. Hal ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan konsumen,” tegasnya.
Dinsos Kota Bengkulu menggandeng Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memberikan pelatihan dan pendampingan kepada 50 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) binaan, yang mayoritas adalah penyandang disabilitas.
Pelatihan ini mencakup proses produksi yang higienis hingga pengurusan izin edar, sehingga produk mereka dapat memenuhi standar keamanan pangan.
"Pemerintah optimis, melalui pelatihan dan pendampingan ini, pelaku usaha binaan akan semakin mandiri, produknya bisa bersaing di pasar, dan terjamin keamanannya sehingga masyarakat tak ragu mengonsumsi pangan hasil olahan kelompok penyandang disabilitas," jelas Sahat. (*)