BENGKULUEKSPRESS.COM - Sebagai seorang dari bangsa raksasa, laki laki ini sama sekali tak menunjukkan sifat sifatnya sebagai bangsa raksasa. Tubuhnya yang kecil, seukuran dengan tubuh manusia biasa, dengan cara pakaian yang walaupun sederhana, namun sama persis dengan manusia biasa, demikian juga dengan senjata yang selalu menemaninya, yang terselip di punggungya, sebilah keris kecil berlekuk, layaknya senjata dari para ksatria biasa.
Namun sebagai seorang yang terlahir dari bangsa raksasa, tetap saja mempunyai ciri khusus yang membedakan antara bangsa manusia dengan bangsa raksasa, yaitu adanya sepasang taring di mulutnya. Dan anehnya, taring ini tidak tumbuh di deretan gigi bagian atas, namun justru di bagian bawah. Demikian juga dengan sifatnya. Sifat sifatnya sama sekali tak berbeda dengan bangsa raksasa. Angkuh, congkak, sombong, dan tak mempunyai aturan dalam pergaulan.
BACA JUGA:Simak Langkah Pengamanan Kelistrikan untuk Menghindari Tersengat Listrik Saat Musim Penghujan
Hidupnya yang selalu di hutan belantara, dengan mengais kehidupan dari merampas dan merampok orang. Namun karena kehidupan seperti ituah yang membentuk dan membesarkannya, maka keahlian dan kepiawaiannya pun menjadikan dia sebagai seorang prajurit pilih tanding, yang selalu berada di ujung garis pertempuran. Apapun yang diperintahkan oleh rajanya, dengan tanpa berpikir panjang, laki laki ini akan melaksanakannya, walaupun nyawa taruhannya. Laki laki ini terkenal sebagai prajurit sejati yang tak pernah menolak perintah, dan selalu menjaga kehormatannya sebagai seorang ksatria, yaitu bertempur dengan cara ksatria, tanding, satu lawan satu.
Hutan yang sangat lebat, adalah tempat tinggalnya, dan siapapun yang melewatinya, sesuai dengan perintah rajanya, akan dia hadang dan di bunuhnya. Saat sedang beristirat di atas sebuah dahan pohon besar yang tinggi menjulang, di melihta seorang yang berjalan sendirian, memasuki wilayah keuasaanya. Dengan serta merta dia meloncat terbang turun ke bawah dan menghadang orang itu.
BACA JUGA:Hujan Deras, Jalan Penghubung Desa Renah Jaya dan Sebayur Putus
“Siapakah kau dan apa maksudmu datang ke tempat ini?” katanya tegas saat dia mendarat tepat di depan orang itu, hingga terhenti langkahnya. Suaranya melengking tinggi. Memang seperti itulah suaranya.
“Siapakah kau dan apa maksudmu mengentikan langkahku?” jawab orang itu.
“E…e…e….e..ba…bo….ba…..bo……. ditanya malah ganti bertanya! Aku adalah Cakil, ksatria dari kerajaan Gondomayit! Hentikan langkahmu dan kembalilah! Ini perintah dari rajaku!” kata laki laki yang mengaku bernama Cakil.
“Aku adalah Arjuna, dan aku tetap akan meneruskan perjalananku, apapun yang terjadi, hei Buto Cakil!” jawab orang itu.
“Ba…bo….ba…bo…. Arjunaaaa…….. pulanglah, tak ada gunanya kau meneruskan perjalananmu, karena kau harus kembali, atau mati di tanganku!” Buto Cakil mulai bersiap, karena dia melihat bahwa Arjuna pun juga bersikap yang sama.
“Dengan berat hati, aku tak kan kembali Buto Cakil…” jawabnya.
BACA JUGA:Agar Sedekah Menjadikan Hidup Kita Bahagia, Ustaz Khalid Basalamah Jelaskan Petunjuk Sesuai Syariat
Maka, seketika Arjuna berhenti berkata kata, Buto Cakil telah meloncat menyerangnya dengan beringas. Arjuna yang telah bersiap sebelumnya, dengan tenang dapat menghindar serangan Buto Cakil, dang anti menyerang balik. Dan yang terjadi kemudian adalah, sebuah medan pertempuran yang mengerikan, saling serang, asling sikut, berloncatan, dan sesekali terbang di antara pepohonan.
Debu debu beterbangan, teriakan mengaduh, suara benturan, dan kilat kilat saling menyambar dari kedua laki laki itu, menunjukkan bahwa pertempuran semakin meningkat, hingga masing masing telah mengeluarkan senjatanya.Saat Cakil menyerang dengan beringas, hingga lupa akan pengamatan dirinya, dengan sekali gerak, Arjuna berhasil meraih tangan yang menjulurkan kerisnya. Dengan gerakan yang sangat cepat, hal ini tak diduga sama sekali oleh Cakil. Maka, dengan sekali gerak tangan cakil berhasil diputar dan menancaplah keris itu ke tubuh tuannya sendiri.
BACA JUGA:Ingin Dikejar Rezeki, Buya Yahya Sarankan Sholat Dhuha di Waktu Ini
Cakil terhuyung huyung jatuh dengan dada tertembus keris oleh tangannya sendiri. Darah mengalir deras dari dadanya, dan robohlah tubuh itu meyentuh tanah. Dan Buto Cakil pun mati sebagai seorang ksatria, yang bertempur satu melawan satu, dan tanpa sikap sikap curang di dalamnya.
Buto Cakil, walau dia adalah bangsa raksasa dan ditakdirkan selalu kalah dalam peperangan, namun dia adalah prajurit sejati, pantang mundur dari laga, dan melaksanakan segala perintah dari ajanya dengan sebaik baiknya. Buto Cakil adalah gambaran dari rakyat biasa, rakyat kecil, yang selalu berada di garis paling depan, selalu tunduk pada penguasa, walaupun menjadi korban, demi penguasa juga.(**)