JAKARTA - Bayangan membengkaknya subsidi BBM kian nyata. Ini terkait sudah jebolnya kuota BBM subsidi sepanjang tiga bulan pertama tahun ini. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, dirinya sudah mendapat laporan terkait realisasi konsumsi BBM subsidi jenis Premium dan Solar sepanjang Januari - Maret 2013.
\"Totalnya sudah lebih dari kuota. Khusus untuk solar sudah lebih sekitar 6 persen (dari kuota),\" ujarnya usai rapat di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (4/4).
Data Pertamina menunjukkan, pada periode Januari - Maret, konsumsi Premium mencapai 7,04 juta kiloliter (kl) atau 98,3 persen dari kuota. Sedangkan konsumsi Solar sudah menembus 3,70 juta kl atau 105,2 persen dari kuota. Sehingga, secara total, konsumsi Premium dan Solar mencapai 10,74 juta kl atau 100,6 persen dari kuota yang telah ditetapkan.
Jero mengakui, program pengaturan konsumsi dengan melarang mobil dinas pemerintah, TNI, Polri, BUMN, dan BUMD membeli BBM bersubsidi memang terus berjalan, namun rupanya kurang efektif untuk menekan laju konsumsi BBM. \"Sebab, pertumbuhan jumlah kendaraan juga tinggi,\" katanya.
Vice President Komunikasi PT Pertamina Ali Mundakir mengatakan, lonjakan konsumsi di awal tahun ini lebih disebabkan oleh tingginya konsumsi Solar. \"Kalau konsumsi Solar tinggi, artinya aktifitas ekonomi terus meningkat,\" ucapnya.
Sebenarnya, kata Ali, Pertamina sudah proaktif meningkatkan ketersediaan BBM non subsidi, termasuk Solar non subsidi untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan oleh kalangan usaha. \"Tapi, tentu kami tetap menyalurkan BBM subsidi sesuai regulasi,\" ujarnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Kementerian ESDM sudah mengeluarkan Permen ESDM No.1 tahun 2013 yang mengatur konsumsi BBM bersubsidi. Untuk Solar bersubsidi, larangan konsumsi diberikan kepada kalangan industri.
Hal tersebut lantas memicu kasus mogoknya armada truk pengangkut barang di beberapa pelabuhan karena dilarang membeli Solar subsidi. Sehingga, pemerintahpun menegaskan bahwa larangan konsumsi tersebut berlaku untuk industri di hulu (pertambangan, perkebunan), sedangkan di hilir masih diperbolehkan.
Adapun terkait realisasi penyaluran Premium yang relatif masih sesuai dengan kuota, menurut Ali disebabkan oleh peningkatan konsumsi BBM non subsidi, yaitu Pertamax dan Pertamax Plus. \"Konsumsi BBM nonsubsidi tumbuh sekitar 5 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu,\" katanya.
Lantas, apakah harga BBM bersubsidi akan dinaikkan? Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah sepakat bahwa besaran subsidi BBM harus dikurangi agar tidak membebani APBN.
Namun demikian, hingga saat ini pemerintah masih terus mengkaji opsi yang akan ditempuh, apakah dengan menaikkan harga BBM subsidi atau melalui langkah pengaturan konsumsi melalui program pembatasan. \"Kemungkinan, Mei nanti akan ada keputusan soal BBM,\" ujarnya.
(owi)