BENGKULUEKSPRESSCOM - Pada periode antara abad ke-16 hingga abad ke-19, banyak kerajaan di luar Eropa yang bertumbangan satu demi satu akibat ditaklukkan dan dijajah oleh bangsa Eropa. Namun tidak sedikit dari mereka yang memilih untuk melawan daripada harus tunduk pada bangsa asing. Berikut ini adalah beberapa contoh wanita perkasa dari Asia dan Afrika yang berani menentang upaya penjajahan oleh bangsa Eropa.
Rani Lakhsmi Bai
Lakhsmi Bai adalah tokoh yang kelak bakal memimpin perlawanan menentang masuknya pengaruh Inggris. Ia lahir pada tahun 1830-an dari keluarga pemuka agama di India utara. Karena pemuka agama merupakan sosok yang dihormati, Lakhsmi dan keluarganya pun memiliki koneksi dengan orang-orang berpengaruh di kawasan setempat.
BACA JUGA:Inilah 5 Negara Asia yang Sekarang Sudah Bubar!
Oleh ayahnya, Lakhsmi diajari aneka macam keterampilan yang normalnya pada masa itu hanya dipelajari oleh kaum pria. Keterampilan-keterampilan tersebut di antaranya adalah seni bela diri, bertarung memakai pedang, hingga menunggang kuda. Bekal ilmu yang diterimanya tersebut kelak bakal menjadi modal penting bagi Lakhsmi saat dirinya mengangkat senjata.
Saat Lakhsmi beranjak dewasa, Lakhsmi menikah dengan maharaja atau pemimpin Jhansi. Namun sebelum keduanya memiliki keturunan, suami Lakhsmi keburu meninggal. Akibatnya, Jhansi pun kini menjadi kerajaan tanpa pemimpin. Momen tersebut lantas coba dimanfaatkan oleh EIC (serikat dagang asal Inggris) untuk menaklukkan Jhansi. Namun Lakhsmi tidak mau tunduk begitu saja kepada Inggris. Pada tahun 1857, ia memimpin pemberontakan warga lokal terhadap para pejabat Inggris yang ditempatkan di wilayah tersebut.
Melihat hal tersebut, EIC lantas merekrut sepasukan tentara bayaran dan mengutus mereka untuk meredam perlawanan Lakhsmi. Namun Lakhsmi terbukti merupakan sosok yang sulit untuk ditundukkan. Pada tahun 1858, pasukan Lakhsmi menyerang benteng EIC di Gwalior. Benteng tersebut begitu penting bagi kedua belah pihak karena di dalamnya, terdapat stok persenjataan.
BACA JUGA:Hempas Kerutan Pakai Masker Peningkat Kolagen, Gunakan Bahan Alami dari Pemanis Ini
Pasukan Lakhsmi pada akhirnya berhasil menguasai benteng tersebut. Namun kemenangan tersebut harus dibayar dengan amat mahal. Saatnya dalam peperangan memperebutkan benteng, Lakhsmi harus gugur saat bertarung sambil mengenakan pakaian pria.
Nzinga Ana
Angola adalah nama dari sebuah negara yang terletak di pantai barat Afrika. Negara ini sekarang merupakan satu dari sedikit negara Afrika yang mayoritas penduduknya berbahasa Portugis. Pasalnya di masa lampau, Angola pernah dijajah oleh Portugal. Sebelum wilayah Angola dijajah oleh Portugal, di wilayah tersebut pernah ada suatu kerajaan yang bernama Ndongo. Terhitung sejak tahun 1624, Ndongo dipimpin oleh seorang ratu yang bernama Nzinga Ana.
Saat Nzinga naik tahta menjadi ratu, bangsa Portugis sudah lama menjamah kawasan pantai Angola untuk mengimpor budak kulit hitam. Terkadang pelaut Portugis mendapakan budaknya dari tawanan perang milik kerajaan setempat. Namun dalam kesempatan lain, pelaut Portugis menyerang desa-desa di Angola dan memaksa penduduknya menjadi budak.
BACA JUGA:Mulut Kering dan Mudah Haus, Jadi Tanda Tubuh Kamu Kelebihan Gula!
Nzinga pada awalnya enggan memerangi Portugis karena Portugis pada waktu itu memiliki angkatan laut yang kuat dan persenjataan yang lebih modern. Ditambah lagi, Kerajaan Ndongo pada waktu itu juga bermusuhan dengan kerajaan-kerajaan lain di Afrika. Atas pertimbangan tersebut, Ndongo pada awalnya bersekutu dengan Portugis. Namun dua tahun kemudian, Ndongo dan Portugis berbalik menjadi musuh setelah orang-orang Portugis menculik penduduk Ndongo secara paksa untuk dijadikan budak.
Karena jauh lebih kuat, bangsa Portugis berhasil menaklukkan Ndongo. Namun Nzinga berhasil mengajak para pengikutnya yang tersisa untuk mengungsi ke Matamba. Dari sana, mereka melanjutkan perlawanan melawan Portugis. Nzinga meninggal pada tahun 1663. Ia memang tidak berhasil mengusir Portugis. Namun hingga akhir hayatnya, Matamba tidak pernah berhasil ditaklukkan oleh Portugis.
Ranavalona
Madagaskar adalah negara pulau yang terletak di sebelah timur Afrika. Kalangan awam lebih mengenal Madagaskar sebagai surganya hewan-hewan eksotis semisal lemur. Kebetulan Madagaskar memang pernah menjadi setting utama dari film kartun yang juga berjudul "Madagascar". Namun Madagaskar bukan hanya soal hewannya. Pulau ini di masa lampau juga pernah menjadi saksi bisu mengenai bagaimana seorang penguasa lokal mencoba membersihkan wilayahnya dari pengaruh bangsa Eropa.
BACA JUGA:Ternyata Arti Warna Urine Bisa Deteksi Kondisi Kesehatan Seseorang
Sejak tahun 1828, Kerajaan Madagaskar dipimpin oleh Ranavalona. Ia bisa naik tahta menjadi ratu Madagaskar karena suaminya meninggal secara tiba-tiba. Kaum wanita saat itu masih dipandang sebelah mata sebagai pemimpin. Atas sebab itulah, Ranavalona pun menerapkan gaya pemerintahan yang keras supaya tidak ada yang berani meragukan kepemimpinannya.
Ranavalona menghentikan aktivitas dagang antara Madagaskar dengan orang-orang di Benua Afrika. Ia juga membatalkan perjanjian yang sudah dibuat oleh pendahulunya dengan negara-negara Eropa, salah satunya Inggris. Rangkaian kebijakan Ranavalona menyebabkan Madagaskar kini menjelma menjadi negara yang tertutup dari dunia luar. Sebagai akibatnya, mereka yang sebelum ini sudah terbiasa menjalin kontak dengan orang-orang dari luar Madagaskar beramai-ramai mengekspresikan kegeramannya.
Namun Ranavalona tidak mau kalah. Ia memerintahkan supaya mereka yang menentang kebijakannya beramai-ramai ditangkap. Ranavalona kemudian memerintahkan supaya para tahanan tersebut menelan racun. Jika tahanan tersebut selamat seusai meminum racun, maka tahanan tersebut akan diampuni. Namun jika tidak, maka tahanan tersebut harus mengucapkan selamat tinggal pada dunia.
BACA JUGA:Puber Kedua, Benarkah Hanya Dialami Oleh Pria Saja?
Sejak tahun 1850-an, Ranavalona juga melarang penyebaran agama Kristen di Madagaskar. Para misionaris dari luar Madagaskar yang sudah lama tinggal di sana beramai-ramai diusir keluar negeri. Penduduk asli Madagaskar yang memeluk agama Kristen juga tidak lagi diperbolehkan menjalankan agamanya. Saat mereka membangkang, Ranavalona memerintahkan supaya mereka dibunuh.
Ranavalona meninggal pada tahun 1861. Di bawah kepemimpinannya, jumlah penduduk Madagaskar mengalami penurunan tajam. Ranavalona memang berhasil membendung pengaruh bangsa asing selama berkuasa. Namun gaya pemerintahannya yang brutal menyebabkan Ranavalona kini lebih dikenang sebagai sosok diktator yang menyengsarakan rakyatnya sendiri.
Cixi
Cixi adalah wanita yang pernah menjadi kaisar Dinasti Qing China pada tahun 1861 hingga akhir hayatnya di tahun 1908. Tidak banyak yang diketahui mengenai kehidupan masa lalu Cixi selain fakta bahwa sejak usia 16 tahun, Cixi menjadi harem Kaisar Xianfeng.
BACA JUGA:Bikin Merinding! Inilah 5 Penyakit Saraf Langka Aneh yang Menyerang Manusia
Cixi memiliki hubungan dekat dengan Zhen, ratu Qing sekaligus suami Xianfeng. Pada tahun 1856, Cixi melahirkan anak laki-laki dari hubungannya dengan Xianfeng. Karena istri dan harem lain dari XIanfeng tidak ada yang melahirkan anak laki-laki, reputasi Cixi pun meroket sebagai ibunda pewaris tahta Xianfeng. Kaisar Xianfeng berkuasa di saat Qing sedang berada di titik nadir. Negara tersebut baru saja mengalami kekalahan dalam Perang Candu melawan Inggris dan Perancis. Di dalam negeri, Qing sedang dilanda bencana kelaparan akibat Pemberontakan Taiping.
Tahun 1861, Xianfeng meninggal dunia. Karena putra Cixi sekaligus pewaris tahtanya saat itu masih berusia 5 tahun, Cixi pun menjadi kaisar Qing selama anaknya masih belum cukup umur untuk dilantik menjadi kaisar. Cixi dengan cepat menunjukkan kharismanya. Untuk mengejar ketertinggalan Qing dari negara-negara Barat, Cixi menggandeng Inggris untuk membantu memodernisasi Qing. Cixi juga memerintahkan pembuatan angkatan laut dan pembangunan jaringan listrik.
BACA JUGA:Ini Dia 6 Makanan Pemicu Jerawat yang Sebaiknya Dihindari
Tahun 1875, putra Cixi yang kini sudah cukup umur secara tiba-tiba meninggal dunia. Cixi pun bisa kembali berkuasa sebagai kaisar tidak resmi Qing. Pada periode ini, Qing sempat terlibat perang melawan Perancis di Vietnam supaya Perancis tidak bisa memperluas pengaruhnya lebih jauh.
Tahun 1901, pasukan Qing mengalami kekalahan dalam Pemberontakan Boxer yang didukung oleh negara-negara Barat dan Jepang. Namun hal tersebut tidak menghentikan arus modernisasi yang digagas oleh Cixi. Cixi meninggal dunia pada tahun 1908. Di bawah kepemimpinannya, China yang awalnya bersikap tertutup mulai mengadopsi budaya Barat secara perlahan-lahan.(**)