BENGKULUEKSPRESS.COM - Ada penemuan baru melalui kolaborasi yang luar biasa dengan Universal Music, Google. Kedua perusahaan besar tersebut telah memulai perjalanan revolusioner untuk menciptakan alat kecerdasan buatan (AI) yang mampu menghasilkan musik.
Konsep inovatif ini, serupa dengan teknologi deepfake yang terkenal, bertujuan untuk menirukan suara penyanyi terkenal. Sementara itu, muncul pertanyaan tentang implikasi etika, Google berencana untuk memberi lisensi musik hasil deepfake melalui kemitraan hukum dengan Universal Music.
BACA JUGA:Batoto, Aplikasi Wajib Bagi Penggemar Komik dan Manga
Evolusi Musik Deepfake, Sekarang Menembus Batas
Laporan terbaru mengungkapkan kemajuan luar biasa yang telah dicapai oleh Google dalam dunia musik deepfake. Teknologi deepfake telah lama dikaitkan dengan menciptakan konten yang hiper-realistik namun dibuat secara palsu, biasanya dalam bentuk video atau gambar. Langkah berani Google untuk menerapkan teknologi ini dalam bidang musik menandai pergeseran transformasional dalam industri musik.
BACA JUGA:Akun OVO Kamu Tak Bisa Transfer? Ini 7 Penyebabnya
Teknologi di balik musik yang dihasilkan oleh deepfake adalah suatu keajaiban dalam kecerdasan buatan. Algoritma AI Google dapat dengan meyakinkan menirukan nuansa vokal, nada, dan gaya penyanyi terkenal. Keberhasilan ini merupakan hasil dari model pembelajaran mesin yang canggih, dilatih dengan menggunakan jumlah besar performa vokal yang sudah ada. Kemampuan AI untuk menangkap nuansa suara seorang artis telah menarik perhatian dan skeptisisme.
BACA JUGA:Weton Ini Punya Ladang Sumur Duit Gak Pernah Habis, Sampai Bingung Sendiri
Tak dapat disangkal, munculnya musik deepfake memunculkan kekhawatiran etika yang kompleks. Meskipun kemampuan AI untuk menirukan suara dengan sempurna menakjubkan, teknologi ini membingungkan batas antara keaslian dan imitasi. Para kritikus berpendapat bahwa teknologi ini berpotensi memicu masalah pencurian identitas, pelanggaran hak cipta, dan integritas artistik. Namun, Google telah dengan penuh kesadaran berusaha untuk mengatasi kekhawatiran ini dengan berkolaborasi secara erat dengan Universal Music dan mematuhi protokol hukum.
Untuk mengatasi potensi tantangan hukum dan etika, Google telah menjalin kemitraan bersama dengan Universal Music. Kemitraan ini berfungsi sebagai platform untuk memberi lisensi dan mengatur distribusi musik yang dihasilkan oleh deepfake. Dengan beroperasi dalam koridor hukum, Google berusaha memastikan bahwa para artis dan karya asli mereka dihormati dan mendapatkan penghargaan yang pantas.
BACA JUGA:Musim Kemarau Tiba, Baca Doa Ini Agar Selamat dari Kebakaran
Secara mengejutkan, beberapa seniman telah menyatakan dukungan mereka terhadap pengembangan musik yang dihasilkan oleh AI. Salah satu pendukung terkenal adalah Grimes, yang menyatakan dalam wawancara dengan Rolling Stone bahwa dia bersedia suaranya digunakan untuk membuat musik, selama dia menerima pembagian royalti yang adil 50/50. Sikap ini menyoroti potensi bagi para seniman untuk bekerja sama dengan AI dalam cara yang sebelumnya sulit dibayangkan.
Dalam pengumuman bersejarah pada bulan Juni ini, legenda musik Paul McCartney mengungkap rencana luar biasa untuk menciptakan lagu-lagu baru dari The Beatles menggunakan AI. McCartney mengungkap bahwa teknologi AI akan mengekstrak suara dari rekaman demo John Lennon tahun 1978, memungkinkan untuk menyelesaikan "rekaman terakhir The Beatles". Usaha ambisius ini menunjukkan kemampuan AI tidak hanya untuk menirukan seniman yang masih hidup, tetapi juga memberikan penghormatan kepada mereka yang telah meninggal dunia.
BACA JUGA:Ini Penyebab Pemilik 3 Weton Ini Sering Alami Rezeki Seret
Langkah Google dalam menciptakan musik deepfake menjanjikan untuk mengubah lanskap musik. Seiring denganterus berkembangnya AI, terbuka pula peluang untuk kreativitas dan inovasi. Meskipun kekhawatiran tetap ada mengenai potensi kehilangan keaslian, para pendukung berpendapat bahwa teknologi ini dapat memperluas batasan ekspresi artistik.