AJI Dorong Pulihkan Hak Masyarakat Adat

Senin 13-01-2020,14:25 WIB
Reporter : Redaksi Terkini
Editor : Redaksi Terkini

BENGKULU, Bengkulu Ekspress- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu dan Komunitas Belajar Literasi dan Belajar Rakyat (Kerabat) mendorong seluruh pihak untuk memulihkan hak masyarakat adat yang ada di Bengkulu. Pasalnya, hingga saat ini keberadaan kelompok marjinal masih diselimuti prasangka negatif tentang cara hidup mereka seperti julukan orang udik, primitif, anti pembangunan, dan stereotip lain.

Bahkan mereka juga menghadapi eksklusi sosial (pengucilan sosial) yang merupakan akar deskriminasi, peminggiran hak dan penghilangan martabat kemanusiaan. Ketua AJI Bengkulu, Harry Siswoyo mengatakan jumlah masyarakat adat di Indonesia sekitar 40-50 juta orang. Mereka adalah kelompok masyarakat organik tradisional yang mempunyai ikatan erat dengan alam.

Akan tetapi saat ini mereka tersisihkan, bahkan hampir tidak dipedulikan oleh negara karena status mereka tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP). Padahal mereka adalah bagian dari masyarakat Indonesia.\"Salah satu contoh masyarakat adat yang tersisihkan yaitu suku Bajau, mereka dipaksa oleh pemerintah agar memiliki identitas, akses bantuan, pendidikan dan lain-lain dengan cara dimukimkan di daratan. Padahal mereka punya tradisi, identitas dan jati diri sendiri di lautan mulai sejak nenek moyang mereka,\" kata Harry pada Nobar Film The Bajau di Boombaru Bar & Resto Bengkulu, Minggu (12/1).

Ia menambahkan, pasca dimukimkan oleh pemerintah, keluarga Bajau harus menjalankan aktivitas kehidupan yang baru, mereka dipaksa menjalani peradaban darat. Ditambah lagi aktivitas pertambangan yang destruktif di darat membuat Suku Bajau yang berada di perairan Konawe Sulawesi Tenggara mulai kehilangan sumber mata pencaharian. Mulai dari air laut yang keruh hingga membuat habitat ikan dan terumbu kurang semakin berkurang dan perlahan rusak.

\"Hingga kemudian mereka memilih tetap bertahan dengan kondisi seadanya mencari penghidupan dari laut,\" tutur Harry.

Kondisinya semakin miris ketika 2014 lalu, aparat pemerintah menangkap sebanyak 500 warga Suku Bajau di Kalimantan Timur. Mereka dianggap suku ilegal dan nelayan asing tanpa identitas kewarganegaraan yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Jika hal demikian terus berlangsung, bukan tidak mungkin para Suku Bajau ini akan memilih hidup di daratan dengan segala macam logika peradaban kontinental yang tak cocok bagi mereka.\'\'Ini merupakan sebuah paradoks dimana peradaban negara kita dulunya berjaya dibangun dari peradaban maritim. Sekarang, mereka dipaksa ikut menjalani logika peradaban kontinental,\'\' ujarnya.

Ia berharap Suku Bajau dapat menjadi alert system bagi semua warga terdampak peradaban di seluruh Indonesia. Jangan sampai keberadaan masyarakat adat yang ada saat ini sampai hilang dari Tanah Air ini.\"Mari kita pulihkan kembali hak masyarakat adat yang ada di Indonesia, tidak hanya suku bajau, suku-suku lainnya juga,\" tutupnya.

Sementera itu, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu, Defry mengatakan, bagi masyarakat adat, alam membentuk cara pandang (world view) dan kekhasan tata sosial, yang seringkali dianggap berbeda dari masyarakat luas. Kekhasan tata sosial masyarakat adat ini, seringkali tak dipahami masyarakat luas. Persepsi umum masih diselimuti prasangka negatif tentang cara hidup mereka, misal, julukan orang udik, primitif, anti pembangunan, dan stereotip lain.

Dampaknya, kearifan lokal dianggap sebagai penyimpangan dari agama-agama arus utama. Cara pandang ini mempertebal stigma terhadap masyarakat adat sebagai kelompok yang menyimpang dari norma umum yang mapan.

\"Stigma terhadap masyarakat adat adalah akar eksklusi sosial bagi kelompok ini, yang menyebabkan marjinalisasi dan deskriminasi. Bila ditelisik lagi, eksklusi sosial terhadap masyarakat adat adalah situasi penolakan dan ostracism. Penolakan terjadi terhadap individu dan sekaligus kelompok masyarakat adat karena identitas sosial dianggap berbeda, padahal mereka sama seperti kita,\" tutupnya.(999)

Tags :
Kategori :

Terkait