BENGKULU, bengkuluekspress.com - Sebagai tindak lanjut kemelut aliran Sungai Rupat yang dikeluhkan warga, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Bengkulu, Selasa pagi (05/11/19) menggelar hearing dengan memanggil semua pihak terkait.
Sejumlah pihak yang hadir pada hearing itu ialah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota dan juga Provinsi Bengkulu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Forum Daerah Aliran Sungai (FORDAS), Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) 7, Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP DAS), Badan Pertanahan Nasional (BPN), termasuk hadir pula pemilik lahan yang diduga melakukan pembangunan di Sungai Rupat, yaitu Sahlan Sirad, serta warga yang menolak pembangunan tersebut.
Hearing berlangsung komunikatif dengan dimulai dari pemaparan segala permasalahan terkait kondisi Sungai Rupat yang sebelumnya sudah disidak oleh anggota DPRD Kota beberapa waktu lalu. Dalam kesempatan itu, Ketua RT 01 Jalan Aren, Buyung, kembali memaparkan keberatannya dengan aktivitas pengecoran di aliran sungai tersebut.
\"Penahan longsornya belum dipasang saja kami sudah kebanjiran karena sungai sudah tidak mampu menampung aliran air saat hujan. Apalagi sekarang dengan adanya pengecoran itu, bagian aliran sungai menyempit. Kami merasa resah karena kalau begini rumah kami bukan lagi akan banjir, tapi terendam. Kami disini bukan mau berdebat mempertahankan argumen, tapi kami mau minta solusi terbaik,\" ungkap Buyung.
Disisi lain, pemilik lahan sekaligus yang mengecor tepian sungai, Sahlan Sirad, bereaksi keras terhadap sikap Ketua RT 1 yang dinilainya keliru karena tidak pernah mempertanyakan langsung perihal pembangunan itu padanya.
\"Saya agak kaget juga karena Ketua RT 1 Pak Buyung, tidak pernah mengkonfirmasi tentang bangunan itu. Hanya Ketua RT 41, dan Lurah Cempaka Permai, mungkin atas permintaan Ketua RT 1 datang minta konfirmasi ke saya. Itu yang saya sesalkan. Kalau pak RT ini datang ke saya mungkin akan mengerti kenapa itu dibangun,\" sampai Sahlan Sirad.
Disisi lain, Sahlan Sirad menegaskan bahwa penahan longsor itu dipasang pada lahan miliknya yang memang ada sertifikatnya. Dan ia pun menegaskan akan mendukung jika memang nantinya akan ada normalisasi sungai.
\"Untuk apa pula kita bangun pengaman longsor itu kalau bukan di tanah kita. Kalau masalah banjir, bukan hanya warga RT 01 saja, tanah saya juga banjir yang diujung itu. Sungai itukan aslinya lurus, disitu ada pasangan batu kali yang lama, tapi karena ada bambu itu makanya jadi seperti itu. Normalisasi itukan pelurusan, kalau mau dinormalisasi itu tanaman bambu harus dibersihkan, harus ada kesepakatan dengan yang menanam disana. Kalau memang direlakan untuk dibersihkan tentu kita dukung normalisasi,\" jelasnya.
Sementara, seiring berjalannya rapat, diketahui bahwa kewenangan untuk pemecahan permasalahan Sungai Rupat ini adalah wewenang pihak Provinsi. Dalam hal ini PUPR Provinsi pun mengaku siap menganggarkan untuk normalisasi Sungai Rupat di 2020 mendatang.
\"Nanti kita akan turun dan lihat langsung kondisinya seperti apa. Kalau memungkinkan kita akan ajukan anggaran normalisasi Sungai itu di 2020 nanti,\" ujar Kasi Perencanaan SDA PUPR Provinsi, Hazni.
Selain itu, Wakil Ketua 1 DPRD Kota, Marliadi yang memimpin hearing tersebut pun meminta normalisasi sungai segera dilaksanakan. Terlepas akan ditangani PUPR Kota ataupun Provinsi, ia menuturkan pihak dewan siap mendukung.
\"Kita sudah memanggil semua pihak terkait, artinya dalam waktu singkat kita minta dinormalisasi agar nanti kalau hujan tidak banjir lagi. Tadi di hearing kita ketahui bahwa itu adalah kewenangan Provinsi, Provinsi siap mengatasi, Kota juga siap mengatasi. Ya dari Provinsi ataupun Kota, siapapun yang siap mengatasi ya kita dorong. Yang penting permasalahan masyarakat bisa teratasi,\" tandasnya.(ibe)