Tambang Turunkan Kemakmuran Rakyat

Jumat 14-12-2018,09:33 WIB
Reporter : Redaksi Terkini
Editor : Redaksi Terkini

BENGKULU, Bengkulu Ekspress- Pertambangan belum berdampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Bahkan berdasarkan catatan Genesis dan Walhi Bengkulu, perusahaan pertambangan hanya merusak lingkungan hingga menyebabkan kemakmuran masyarakat semakin menurun.

Catatan-catatan tersebut kemudian disajikan dalam sebuah buku dengan judul \"Oligarki Ekstraktif dan Penurunan Kualitas Hidup Rakyat\". Direktur Yayasan Genesis Bengkulu, Uli Arta Siagian mengatakan,, buku tersebut diterbitkan berdasarkan hasil kolaborasi antara JATAM Kaltim dan Kaltara serta Genesis Bengkulu. Di dalam buku tersebut diungkapkan bahwa penerbitan izin pertambangan tidak lepas dari kepentingan kekuasaan. Bahkan sudah dilakukan sejak 1986 pada masa rezim Soeharto.

Ini merupakan bukti perusahaan pertambangan dapat berdiri akibat dari keegoisan penguasa yang berusaha mencari keuntungan tanpa mempedulikan rakyatnya. \"Kepentingan tersebut tidak hanya membuat lingkungan menjadi rusak, akan tetapi masyarakat khususnya perempuan yang harus menanggung beban akibat aktivitas tambang yang dilakukan,\" kata Uli, kemarin (13/12).

Selain menambah beban bagi masyarakat, perusahaan pertambangan juga telah mengubah pola kerja masyarakat, khususnya perempuan. Dulunya mereka bekerja sebagai petani, tetapi saat ini harus bekerja sebagai pencari batu bara. Padahal batu bara mengandung zat berbahaya bagi tubuh perempuan.

\"Jika setiap hari perempuan menambang batu bara di sungai maka zat berbahaya seperti mangan dan zat besi akan masuk ke alat reproduksi perempuan hingga mengakibatkan kesehatannya terganggu,\" terang Uli.

Selain itu, aktivitas pertambangan juga memberikan dampak kerusakan lahan pertanian. Hal ini berdampak buruk bagi masyarakat disekitar pertambangan. Dimana dulunya mereka bisa beras dan sayur, namun kerusakan lahan memaksa mereka menjadi buruh pemungut batubara. Bahkan batu bara yang berhasil dikumpulkan sebanyak 50 kilogram (Kg) hanya dihargai Rp 13 ribu dengan keuntungan bersih sebesar Rp 8 ribu. \"Uang sebesar itu tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka, ini bisa meningkatkan kemiskinan di Bengkulu,\" tutur Uli.

Sementara itu, Kampanye Industri Ekstraktif WALHI Bengkulu, Dede Frastien mengatakan, perusahaan pertambangan tidak hanya menyebabkan dampak kemiskinan, akan tetapi bencana alam juga ditimbulkan dari aktivitas ini. Bahkan beberapa kabupaten yang mengandalkan sektor pertambangan selalu mengalami bencana seperti banjir dan tanah longsor.

\"Bengkulu Tengah itu selalu terkena banjir, sementara Rejang Lebong tidak pernah dilanda banjir karena tidak ada pertambangan batu bara. Bahkan Bengkulu Tengah dalam setahun sudah 363 diterjang banjir,\" tuturnya.

Sementara itu, Dosen Komunikasi Universitas Bengkulu, Dr Dra Titiek Kartika Hendrastiit, M.A mengaku, perusahaan pertambangan telah membuat pola pikir masyarakat berubah. Jika sebelumnya menggunakan kayu untuk memasak, saat ini telah menggunakan gas, dan jika dulu bekerja bertani sekarang menjadi pengumpul batu bara.  \"Seharunya pola perubahan tersebut bisa ke arah yang lebih baik, nyatanya malah kearah yang lebih buruk, karena seharunya masyarakat bisa bertani dan menghasilkan padi sendiri ini malah membeli beras,\" ujar Titiek.

Menurutnya, pemerintah seharunya memperdulikan rakyatnya bukan hanya memandang perusahaan pertambangan bisa memberikan pendapatan tetapi juga ikut mencegah kerusakan dan bencana bagi masyarakatnya. Jika hal ini terus terjadi di Bengkulu maka kerusakan lingkungan dan bencana bagi kualitas hidup masyarakat. \"Kualitas hidup masyarakat akan menurun, ini diakibatkan selalu memikirkan pertumbuhan ekonomi tetapi nyatanya bukan ekonomi yang baik, kualitas masyarakatnya juga menurun,\" tutupnya.(999)

Tags :
Kategori :

Terkait