Bando Cs Dituntut 2 Tahun, Hak Politik Dicabut

Sabtu 08-12-2018,10:06 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Bengkulu kembali menggelar sidang terhadap tiga terdakwa yakni mantan Bupati Kepahiang Bando Amin C Kader, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Syamsul Yehemi dan Sapuan selaku pemilik tanah.

Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat tuntutan terhadap ketiganya. Dalam tuntutan yang dibacakan JPU, ketiga orang terdakwa ini terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan Tourist Information Center (TIC) Pemkab Kepahiang sehingga negara dirugikan mencapai Rp 3,3 miliar.

Berdasarkan data terhimpun Bengkulu Ekspress, JPU menuntut dua orang terdakwa yakni Bando Amin dan Sapuan dengan tuntutan 2 tahun penjara.

Sedangkan untuk Samsul Yahemi dituntut 2 tahun dan 6 bulan penjara dan masing-masing terdakwa didenda 100 juta subsider 6 bulan penjara. Selain itu ketiga orang terdakwa diberikan pidana tambahan yakni dicabut hak politiknya, sehingga tak bisa memilih dan dipilih selama 5 tahun terhitung, sejak terdakwa selesai menjalani pidana penjara tersebut.

\"Menyatakan para terdakwa Bando Amin, Syamsul Yahemi dan Sapuan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama -sama sebagaimana diatur Pasal 3 junto pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.\" terang JPU, Eliksander SH MH di depan persidangan, kemarin (7/12/2018).

Dijelaskan JPU, terdakwa Sapuan sebagai pemilik lahan mengajukan surat tertulis kepada Bando Amin selaku bupati untuk dibeli oleh Pemda Kepahiang padahal Sapuan merupakan ajudan Bando Amin. Kemudian surat itu diteruskan ke Samsul Yahelmi yang merupakan Kabag Umum.

Dalam dakwaan itu juga, ketiganya diduga melakukan perbuatan secara bersama-sama yang menyebabkan kerugian negara dan juga menguntungkan dan memperkaya diri sendiri dan orang lain.

Dalam kesempatan itu, Jaksa Penuntut Umum menyebutkan kalau sekitar bulan Mei sampai bulan Juli tahun 2015 dilakukan pembelian lahan TIC seluas 10.020 meter persegi untuk kepentingan umum, tanpa izin pemanfaatan ruang yang diberikan pejabat berwenang kepada Sapuan pemilik tanah.

Pengadaan tanah ini juga tanpa menggunakan hasil penilaian jasa penilai, dalam hal ini perbuatan terdakwa telah melanggaran pasal 60 ayat 2 Perda Nomor 8 tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah Kepahiang.

Serta Pasal 53 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 6 tahun 2018. Akibat pengadaan tanpa hasil penilaian jasa penilai ini, para terdakwa menyepakati sendiri harga pembebasan lahan tersebut. Selain itu ternyata tanah yang dibeli itu merupakan daerah aliran sungai (DAS) Sungai Musi Banyu Asin.

Untuk membuat seolah-olah tanah itu sudah dilakukan penilaian, Syamsul Yahelmi kemudian memerintahkan Agus Supriyanto selaku pejabat pelaksa teknis kegiatan (PPTK) untuk membuat surat Keputusan Bupati nomor 590-378 tahun 2015 tentang Penetapan Harga Tanah untuk lokasi tanah Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Tanah Perluasan SMKN 2 Kepahiang, dan Iahan TIC dan PosJaga Polisi Kegutanan Kepahiang 31 Mei.

Kemudian memasukkan surat ke KJPP Aksa, Nelson an Rekan Penilai Publik dan Konsultan 7 Mei 2015 nomor1293/ANR-B/Pemkab-Kep/XI/2015 sebagai pertimbangan dalam surat keputusan tersebut. Sehingga dengan memasukkan pertimbangan laporan KJPP tersebut seolah-olah tanah milik Sapuan ini sudah dilakukan proses penaksiran harga yang layak oleh kantor jasa penilaian publik itu.

Tanah sapuan tersebut kemudian dilakukan pembayaran senilai Rp 3.5 miliar lebih sedangkan setelah dilakukan pengecekkan terhadap tanah itu oleh tim independent bahwa tanah yang berada didusun Kepahiah milik Sapuan itu tidak bisa dibangun kantor.

Berdasarkan hasil penghitungan kerugian keuangan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Bengkulu, menghitung bahwa harga pembelian lahan dan rumah tersebut Rp 175 juta, biaya pengurusan lahan Rp 1.3 juta, sehingga jumlah biaya perolehan sebesar Rp 176 juta lebih.

Sehingga kerugian negara adalah Rp 3.5 miliar dikurangi Rp 176 juta menjadi Rp 3.3 miliar. Dalam proses penyidikan tersangka Sapuan mengembalikan seluruh kerugian negara itu pada penyidik dalam beberapa tahapan.

“Perbuatan terdakwa telah melakukan tindakan melawan hukum,\" bebernya dalam persidangan. Sementara itu, terdakwa Bando Amin saat ditemui awak media mengatakan, dirinya sangat tidak terima dengan tuntutan yang telah dibacakan oleh tim JPU karena dalam kasus ini tidak sesuai dengan fakta dan hasil pemeriksaan saksi selama di persidangan.

 

\"Saya sangat terkejut dan tidak terima dengan tuntutan 2 tahun ini dan terutama pencabutan hak politik saya selama 5 tahun,\" bebernya.

Ia menjelaskan, dirinya bersama kuasa hukumnya akan membeberkan fakta sebenarnya dalam pledoi atau nota pembelaan nantinya. \"Ya nanti kita lihat di pledoinya, akan saya bongkar semuanya,\" jelasnya.

Usai mendengarkan surat tuntutan dari JPU, majelis hakim yang dipimpin haki ketua Slamet Suripto SH MH dan hakim anggota Agus Salim SH MH dan Henny Anggraini SH MH memberikan waktu 1 Minggu untuk para terdakwa menyiapkan pembelaan atau pledoi atas tuntutan dari JPU tersebut. (529)

Tags :
Kategori :

Terkait