BENGKULU, Bengkulu Ekspress- Ketua Dewan Pers (DP) Indonesia, Yosep Adi Prasetyo mengimbau media untuk tidak terlibat politik praktis untuk memenangkan calon, baik pemilihaan legislatif (Pileg) maupun pemilihaan presiden (Pilpres).
\"Media jangan berpolitik, apalagi buat survei-survei untuk memenangkan salah satu calon. Itu mamanya melanggar,\" tegas Yosep dalam Seminar Penguatan Kapasitas Hak Atas Kemerdekaan Pers Dalam Mendukung Program Pembangunan Provinsi Bengkulu, di Hotel Raffles Bengkulu, Kemarin (24/7).
Tidak hanya media, wartawan juga dilarang keras untuk ikut berpolitik. Jika ingin berpolitik, maka diminta untuk mengundurkan diri atau cuti sementara menjadi wartawan. Jika tetap nekat ikut berpolitik, Dewan Pers bisa mencabut sertifikasi wartawan yang telah disandang wartawan tersebut. \"Ya, kalau mau ikut nyalon silahkan cuti atau mengundurkan diri dari perusahaan media. Itu sesuai dengan surat edaran yang sudah kita sampaikan,\" tambahnya.
Menurutnya, aturan tersebut berlaku untuk wartawan dan redaksi perusahaan media. Pemilik media tetap diperbolehkan, jika ingin menyuarakan kepentingan partai tertentu. Meski demikian, di dalam redaksi harus menerbitkan suara partai itu dalam bentuk advetorial atau berbayar, bukan bentuk berita biasa. \"Pemimpin media boleh berpolitik, tapi independensi harus dijaga oleh redaksi dan kita hanya membatasi wartawan,\" ungkap Yosep.
Menurut Yosep, tahun politik akan banyak terjadinya pelanggaran kode etik oleh wartawan. Tahun 2014 lalu angkanya cukup tinggi, pertahun bisa sampai 400-800 laporan. Pada tahun 2018 ini, tahun politik pelanggarannya cukup kecil, lantaran ada moment piala dunia. Namun di tahun 2019 mendatang, pelanggaran Kode etik Jurnalis (KIJ) akan tinggi. Hal ini perlu diantisipasi oleh semua wartawan untuk tetap mengedapankan kaidah KIJ. \"Sanksinya wajib memberikan hak jawab, hak koreksi hingga permintaan maaf kepada publik,\" tegas Yosep.
Sementara itu, Yosep meengatakan Indonesia paling banyak memiliki media di dunia. Tercatat ada sekitar 47 ribu media. Sayangnya, hanya sebagian yang jelas, sisanya banyak tidak jelas medianya. Dari data dewan pers, media cetak ada 2 ribu media, tapi yang terverifikasi secara administrasi dan faktual hanya sebanyak 321 media. Lalu media online ada sekitar 43.300 media, namun yang tercatat media profesional hanya sebanyak 168 media. Media radio sebayak 674 media dan media televisi sebanyak 523 media.
\"Banyak terjadi satu orang memiliki banyak media. Parahnya iklan main tembak, tanpa persetujuan ujuk-ujuk minta bayar. Ini terjadi karena media-nya tidak menggaji wartawan, akhirnya wartawan cari uang sendiri. Ini sangat tidak diperbolehkan. Kalau mau buat media, harus siap banyar gaji wartawannya,\" ujarnya.
Tidak hanya itu, lanjut Yosep, parahnya saat ini satu orang memimpin medianya sendiri, pimprednya sendiri, cari iklan sendiri, wartawan sendiri. Hal ini menjadi potensi banyak terjadi pelanggaran di media dan menjadi pemicu tumbuh pesatnya media. \"Pelanggaran ini juga sering terjadi. Ada yang ubah-ubah berita orang, bolak balikkan berita, buat judul baru terbitkan di medianya sendiri, seolah hasil karya sendiri. Ini pelanggaran yang terancam pidana,\" tegas Yosep.
Untuk di Bengkulu, Yosep berharap ini tidak banyak terjadi. Peran pemerintah juga harus banyak program untuk median. Tapi tetap tidak mengintervensi media tersebut. \"Bengkulu bagus, tapi tetap harus dijaga agar tidak terjadi. Peran pemerintah juga penting,\" terangnya.
Sementara itu, Asisten III Setdaprov, Gotri Suyanto mengatakan, media sangat berperan untuk mengontrol kinerja pemerintahan. Saling mengingatkan ketika ada kesalahan. \"Pemerintah tidak bisa membangun tanpa adanya komunikasi dengan pers. Karena pers itu mengawal dari daerah sampai ke pusat,\" ungkap Gotri.
Pemerintahan dan pers akan tetap mendukung adanya informasi publik. Termasuk tidak melakukan intervensi kepada media. Sehingga pemerintah dan pers bisa saling menjalankan tugasnya sesuai dengan undang-undang. \"Saya fikir ini yang harus kita pegang bersama. Agar tugas masing-masing bisa berjalan sesuai kaidah,\" pungkasnya. (151)